Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Diprotes China, RI Tetap Tancap Gas Terapkan HBA untuk Ekspor Batu Bara

Kementerian ESDM tetap menerapkan kewajiban menggunakan harga batu bara acuan (HBA) sebagai acuan transaksi ekspor batu bara.
Aktivitas tambang batu bara di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan. - Bisnis/Husnul Iga Puspita
Aktivitas tambang batu bara di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan. - Bisnis/Husnul Iga Puspita

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tak akan gentar menerapkan kewajiban menggunakan harga batu bara acuan (HBA) sebagai acuan transaksi penjualan emas hitam di pasar global.

Hal ini merespons perusahaan China yang disebut keberatan dengan kebijakan tersebut. Sebab, harga pada HBA lebih tinggi dari harga pasar.

Imbasnya, sejumlah perusahaan China berpotensi membatalkan kontrak jangka panjang pembelian batu bara dari Indonesia.

Terkait hal ini, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan, aturan menggunakan HBA untuk ekspor bakal tetap dilaksanakan. Menurutnya, protes dari perusahaan asing merupakan hal biasa.

"Kalau protes itu kan biasa. Iya kan? Kita biasa menghadapi protes. Tapi tetap ini kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah itu diimplementasikan," ucap Yuliot di Kantor Kementerian ESDM, Kamis (6/3/2025).

Yuliot menyebut, HBA untuk acuan ekspor merupakan hal yang menguntungkan bagi RI. Dengan begitu, harga batu bara dalam negeri juga akan terjaga.

Kendati demikian, dia juga memastikan pemerintah tetap akan melakukan evaluasi terhadap kebijakan tersebut.

"Untuk HBA ini tetap dilaksanakan. Dalam pelaksanaanya itu nanti kita lakukan evaluasi," kata Yuliot.

Aturan mengenai kewajiban menggunakan HBA untuk ekspor batu bara berlaku 1 Maret 2025. Kebijakan ini merupakan upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas harga penjualan komoditas mineral logam dan batu bara di pasar global maupun dalam negeri.

Merespons hal itu, perusahaan-perusahaan asal Negeri Tirai Bambu merasa keberatan dengan kebijakan HBA tersebut. Pasalnya, harga pada HBA lebih tinggi. Misalnya, HBA Februari untuk batu bara Indonesia berkualitas tinggi adalah US$124,24 per ton, sementara kontrak berjangka batu bara Newcastle Australia di bursa ICE Futures Europe untuk Februari rata-rata dipatok US$105 per ton.

Dilansir dari Bloomberg, konsultan yang berbasis di China, Fenwei Energy Information Service Co, dalam catatannya menyebut beberapa perusahaan berusaha untuk membatalkan atau merundingkan ulang kontrak jangka panjang dengan Indonesia.

Senada, Asosiasi Transportasi dan Distribusi Batu Bara China juga menyebut HBA membuat harga emas hitam asal RI melambung. Hal ini dapat menghapus keuntungan perdagangan dan menghambat pembelian dari pembeli di China.

Fenomena penolakan penerapan HBA dari perusahaan China itu juga diamini oleh Indonesian Mining Association (IMA). Direktur Eksekutif IMA Hendra Sinadia mengaku pihaknya mendengar keberatan dari buyer batu bara RI. Ini khususnya buyer dari China.

Mereka, kata Hendra, keberatan lantaran HBA lebih tinggi dibandingkan indeks harga batu bara lainnya.

"Ya, kami mendengar keberatan dari pihak buyer terkait dengan rencana penerapan HBA. Saya kebetulan 27 Februari lalu hadir di acara 2nd China Coal Import International Summit di kota Guangzhou dan banyak pertanyaan dari pihak buyer terkait hal itu," kata Hendra kepada Bisnis, Selasa (4/3/2025).

Hendra pun menyebut para eksportir kini tengah bernegosiasi dengan para buyer terkait kontrak existing. Sebab, kontrak yang sudah terjalin belum mengacu pada HBA.

"Tentu para eksportir sedang menegosiasikan dengan para buyer karena selama ini mereka sudah ada kontrak yang merujuk kepada indeks tertentu," jelas Hendra.

Siapkan Sanksi

Kementerian ESDM menyiapkan sanksi bagi eksportir yang belum menggunakan HBA sebagai acuan transaksi penjualan emas hitam di pasar global.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan, kementerian belum mengenakan sanksi lantaran saat ini masih proses transisi kebijakan. Namun, dia memastikan ke depan akan ada sanksi khusus.

"Sementara ini sampai saat ini belum [disanksi]. Tapi ke depan iya. Sanksinya iya, akan ada sanksi," ucap Tri di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (4/3/2025).

Adapun, kewajiban penggunaan HBA sebagai acuan transaksi ekspor diatur dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Menteri ESDM Nomor 72.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan untuk Penjualan Komoditas Mineral Logam dan Batu Bara.  

Dalam beleid tersebut, pengusaha batu bara wajib melakukan penjualan batu bara yang diproduksi sesuai harga harga patokan batu bara (HPB). HPB yang dihitung menggunakan HBA, menjadi harga batas bawah penjualan batu bara.  

Meski sanksi belum diatur dalam Kepmen tersebut, Tri menuturkan eksportir tetap harus memenuhi kewajiban pembayaran royalti dan pajak yang didasarkan pada perhitungan HBA.

Dengan kata lain, eksportir yang menjual batu bara dengan harga di bawah HPB perlu membayar pajak dan royalti yang lebih tinggi dari harga jual aktual batu bara.

"Tapi yang jelas perusahaan yang tidak melaksanakan itu kan dia pajaknya kena yang sesuai dengan HPB [harga patokan batu bara] atau HBA," kata Tri.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper