Bisnis.com, JAKARTA — PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menyebutkan sejumlah rencana proyek hilirisasi batu bara yang dibagi ke tiga jalur utama, yaitu gasifikasi seperti dimetil eter (DME) dan synthetic natural gas (SNG), karbonisasi lewat implementasi artificial graphite/anode sheet, serta ekstraksi melalui pengembangan asam humat.
Direktur Utama PTBA Arsal Ismail mengatakan, seluruh proyek tersebut potensial dan mulai berprogres. Dia juga menerangkan bahwa setiap proyek memiliki kelayakan sebagai proyek untuk meningkatkan nilai tambah batu bara.
"Mungkin diusulkan nanti bikin kajian khusus melibatkan Kementerian ESDM, PTBA sebagai coal supplier atau sebagai investor sepanjang itu layak, sama off-taker. Kalau tiga ini nanti mau berdasarkan kajian konsultan, kalau proyek ini memang bisa kami jalankan, tentu kami jalankan. Kami berkeyakinan tadi yang SNG, yang jalan," kata Arsal dalam RDP Komisi XII, Senin (5/5/2025).
Jika diperinci, proyek hilirisasi lewat jalur karbonisasi, yakni megonversi batu bara menjadi artificial graphite dan anoda sheet. Saat ini, proyek tersebut dalam tahap persiapan pilot project di Tanjung Enim bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan estimasi biaya Rp287,39 miliar.
Adapun, artificial graphite atau grafit sintetis terbuat dari bahan karbin amorf yang unggul dibandingkan dengan grafit alam. Beberapa keunggulannya yaitu stabilitas cycling yang lebih baik, performa pengisian cepat, dan konsistensi kualitas yang lebih baik.
Di sisi lain, produk anoda sheet berupa elektroda berbentuk lembaran dari bahan dasar foil tembaga yang dilapisi karbon grafit pada sisi-sisinya dan digunakan sebagai anoda untuk baterai Li-ion.
Baca Juga
Dalam tahap research and development (R&D) oleh PTBA bersama BRIN, anoda bersumber dari batu bara telah diuji coba untuk aplikasi pembuatan baterai Li+ NMC-811 tipe 18650.
"Saat ini proyek ini dalam tahap penyusunan dan pemutahiran basic engineering design yang kami targetkan selesai pada akhir tahun 2025. Selanjutnya, kami merencanakan pembangunan pilot plan di Tanjung Enim dan pada tahun 2026 sebagai langkah lanjutan menuju skala komersial," tuturnya.
Lebih lanjut, hilirisasi batu bara berbasis gasifikasi yang baru dikembangkan yaitu SNG sebagai upaya subtitusi LNG untuk memanfaatkan batu bara kalori rendah milik PTBA dengan nilai gross as received (GAR) 3.731 kcal/g sebesar 8,4 juta ton per tahun.
"Proyek ini bertujuan untuk mencari alternatif solusi kebutuhan gas nasional yang harapannya dapat menambah diversifikasi portofolio energi gas nasional," tuturnya.
Proyek pengembangan SNG atau gas alam sintetis dari batu bara yang digagas oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) membutuhkan dana investasi senilai US$3,2 miliar atau setara dengan Rp52,6 triliun.
"Jadi PTBA karena cadangannya sangat besar, sekitar 2,9 miliar ton, ini ada beberapa cadangan batu baranya yang berkalori rendah yang sangat sesuai untuk dikonversi menjadi gas sintetis,” terangnya.
Adapun, pengembangan proyek SNG dirancang untuk memanfaatkan 8 juta ton batu bara kalori rendah yang diperkirakan menghasilkan volume SNG sekitar 240 billion British thermal unit per day (BBtud).
Di sisi lain, PTBA juga sejak lama mendorong proyek gasifikasi batu bara menjadi DME. Kendati demikian, proyek yang ditinggal mitranya yakni Air Products itu mendapat tantangan dari segi nilai keekonomian dan pencarian mitra investor.
Menurut perhitungan, harga DME yang dapat dihasilkan yakni senilai US$911-US$987 per ton atau lebih besar dari harga patokan DME yang diusulkan oleh Kementerian ESDM pada 2021 yakni sebesar US$617 per ton yang merupakan harga pasar, tetapi belum termasuk subsidi.
Dengan demikian, masih terdapat gap atau selisih yang kurang lebih mencapai US$300 per ton DME yang berpotensi memperbesar nilai subsidi dari pemerintah.
"Dan analisa perhitungan kami masih lebih tinggi dari harga LPG impor. Yang kedua terdapat sejumlah tantangan teknis yang disampaikan oleh Pertamina [offtaker proyek DME] dalam Forum Satgas Hilirisasi yang kami lakukan rapat pada tanggal 19 Maret 2025," terangnya.
Adapun, tantangan dari Pertamina yakni terkait dengan kebutuhan konversi infrastruktur seperti jalur distribusi dan perangkat kompor rumah tangga yang kompatibel dengan DME.
"Jadi jaraknya itu kurang lebih 172 kilometer serta perlunya kesiapan jaringan niaga dan distribusi ban bakar alternatif ini secara luas," imbuhnya.
Pihaknya berharap seluruh tantangan tersebut dapat diselesaikan melalui kajian yang komprensif, objektif dan melibatkan semua pihak secara menyeluruh.
"Kami PTBA tentunya terbuka terhadap evaluasi dan arahan lanjutan agar proyek ini dapat dikembangkan secara terukur, akuntabel dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi bangsa dan negara," pungkasnya.