Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Pajak sedang menggodok beleid pajak UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) secara lebih menyeluruh.
Upaya ini bertujuan untuk mendorong ekstensifikasi peningkatan pajak ke kalangan UMKM. Dalam aspek perpajakan yang termasuk dalam pengusaha yang digolongkan UMKM adalah mereka yang memiliki omzet (peredaran bruto) sebesar Rp4,8 miliar per tahun.
Sudah menjadi viral di media online secara terbuka Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa pada Senin, (16/12/2024) akan diumumkan perpanjangan periode pemanfaatan Pajak Penghasilan (PPh) Final 0,5% bagi UMKM.
Kebijakan ini akan diumumkan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, pukul 10.00 WIB. Namun, sampai saat ini belum ada kepastian hukum soal perpanjangan pajak UMKM yang dihitung dengan PPh Final tarif 0,5% dari omset (peredaran bruto).
Fungsi UMKM
Sejatinya perkembangan perekonomian di Indonesia dijiwai konsep pembangunan yang meletakkan akumulasi kapital sebagai determinan penting.
Semangat ini telah menyebabkan terputusnya diskursus ekonomi berbasis kerakyatan atau UMKM, padahal seharusnya pemerintah memperhatikan sektor UMKM. Mengingat saat ini berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, sektor UMKM menyerap sekitar 97% tenaga kerja nasional. UMKM memiliki peran yang sangat signifikan dalam perekonomian Indonesia. Dengan jumlah unit usaha yang mencapai sekitar 66 juta, UMKM menjadi tulang punggung ekonomi nasional.
Baca Juga
Jika 66 juta UMKM dirata-ratakan mendapatkan omzet atau peredaran bruto Rp100.000 per UMKM dikalikan dengan jumlah UMKM maka akan diperoleh Rp6,6 triliun per hari dan Rp2.376 triliun per tahun. Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia tahun 2025 yang sekitar Rp24.479 triliun maka dari estimasi ini omzet UMKM menyumbang 9,7% ke PDB, angka yang cukup siginifikan.
Perhitungan tersebut adalah analisa penulis semata sedangkan berdasarkan penelitian yang yang lebih akurat yang diteliti oleh dua ekonom senior kelahiran Jerman, Enste dan Scheneider, persentase ekonomi UMKM di negara maju bisa mencapai 14%—16% dari PDB.
UMKM juga merupakan salah satu pilar kekuatan ekonomi yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan bukan sekadar omong kosong. Pada saat kemelut ekonomi di kurun waktu 1997—1999, keberadaan UMKM yang membuat perekonomian Indonesia tetap berjalan. Pada saat itu denyut perekonomian terus berdetak karena adanya andil besar kalangan UMKM.
Dari data ini, seharusnya pemerintah memberikan perhatian khusus dan membayar lunas kesetiaan para pengusaha UMKM yang telah membantu perekonomian Indonesia, salah satu nya dengan memberikan insentif perpajakan dengan tarif rendah sehingga mereka bisa bertahan dalam menjalankan praktek bisnis yang penuh persaingan ketat.
Beleid Pajak UMKM
Sebenarnya pemerintah telah memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak (WP) yang menjalankan usaha dengan peredaran bruto tertentu atau untuk UMKM. Sehingga UMKM memungkinkan WP hanya perlu melakukan pencatatan atas omzet yang diterima setiap bulannya tanpa harus membuat pembukuan yang rumit dan memakan biaya adminstrasi. Tarif 0,5% yang diberlakukan untuk UMKM dapat dinilai adil, sehingga dapat diterapkan dalam semua sektor UMKM tanpa mengganggu.
Sejatinya beleid pemberian tarif PPh Final 0,5% bagi UMKM merupakan manifestasi pemerintah mendukung masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi nonformal. Kebijakan tersebut direalisasikan melalui upaya pemberian kemudahan dan keadilan untuk wajib pajak yang memiliki omzet tertentu selama jangka waktu tertentu.
Sejarah pada mulanya tarif UMKM adalah sebesar 1% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 46/2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Setelah itu diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No. 23/2018 (PP 23/2018), tarif tersebut disesuaikan menjadi 0,5%.
Dilanjutkan PP 55/2022 yang memberikan fasilitas pajak tambahan untuk wajib pajak orang pribadi (WP OP) yang melakukan pekerjaan bebas (pengusaha) dibebaskannya pembayaran PPh atas omzet sampai dengan Rp500 juta pertahun. Guna menerapkan petunjuk pelaksanaan (Jutlak) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang menjadi perubahan keenam atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh).
Mengapa beleid insentif pajak UMKM perlu diperpanjang? Karena berdasarkan Peraturan Pemerintah(PP) Nomor 55/2022, WP OP mendapatkan fasilitas pemanfaatan PPh Final diberi waktu selama 7 tahun. Apabila orang pribadi telah terdaftar sejak 2018 atau sebelum diberlakukan PP 23/2018 maka WP OP hanya dapat memanfaatkan tarif 0,5% hingga 2024.
Dampaknya setelah tahun 2024 WP OP tersebut harus menggunakan pembukuan atau menggunakan pencatatan omzet dan menggunakan norma perhitungan penghasilan neto (NPPN). Sehingga menyebabkan UMKM membayar pajak lebih tinggi atau menggunakan tarif normal, jika menggunakan pembukuan harus menggunakan Undang-Undang PPh pasal 31 E dengan tarif 11 % dari laba dan jika menggunakan NPPN harus dikenakan tarif progresif sesuai UUN PPh pasal 17 sebesar 5%, 15%, 25%, 30% dan 35 % sesuai dari jumlah laba yang didapati. Bukankah hal ini akan memberatkan wajib pajak UMKM.
Dari analisa di atas sudah seyogianya beleid insentif pajak UMKM dengan tarif 0,5% segera diperpanjang agar sektor UMKM dapat menarik napas lega dalam membayar pajak tanpa menganggu cash flow dan UMKM dapat menjual produk dengan harga yang terjangkau dan dapat bersaing dengan produk impor. Semoga cepat terealisasi.