Bisnis.com, JAKARTA - Kesepakatan penurunan tarif impor Amerika Serikat (AS) untuk barang-barang China sebesar 30% berpeluang diperpanjang setelah masa berlaku awal selama 90 hari berakhir.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menyebut Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akan berkomitmen untuk menjalankan perjanjian penurunan tarif yang telah disepakati. Dia juga memprediksi kesepakatan itu akan kembali diperpanjang usai masa berlaku awal selama 90 hari berakhir.
"Kami melihat sebenarnya dalam 90 hari nanti setelah selesai, bayangan kami mungkin saja ini akan dilanjutkan kembali, karena trade deal ini win-win solution buat kedua negara," kata Andry dalam media briefing secara virtual, Senin (19/5/2025).
Menurutnya, peluang untuk AS kembali memberlakukan tarif impor sebesar 145% kepada China cenderung kecil setelah masa berlaku kesepakatan tersebut usai. Pasalnya, tarif yang tinggi tersebut akan berdampak negatif pada perekonomian Negeri Paman Sam.
Andry memaparkan, memasuki kuartal II/2025 dan kuartal III/2025, stok barang yang selama ini diimpor dari China sebagai bahan baku (raw material) untuk kegiatan produksi AS akan mulai habis. Pemberlakuan tarif impor awal yang mencapai 145% akan memicu lonjakan harga barang di pasar AS.
"Harga barang-barang yang tinggi itu akan memicu stagflasi, hal ini akan memperbesar risiko resesi terjadi di AS. Ini yang tidak diinginkan oleh Presiden Trump," jelasnya.
Baca Juga
Dia melanjutkan, Trump akan berupaya menjaga tingkat inflasi Dan pertumbuhan ekonomi AS. Pasalnya, Trump terus mendesak bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) untuk memangkas suku bunga.
"Pemangkasan suku bunga acuan yang cepat itu dapat dengan inflasi yang relatif terjaga di Amerika Serikat, saya rasa ini yang akan dijaga oleh Trump," tambahnya.
Sebelumnya, survei Bloomberg yang melibatkan 22 responden dari gabungan manajer dana, bank, dan firma riset Asia, Eropa, dan AS memprediksi pungutan AS terhadap produk China yang diberlakukan tahun ini kemungkinan akan bertahan pada 30% hingga akhir 2025.
Proyeksi Bloomberg Economics mencatat, meskipun jauh lebih rendah daripada sebelum pencairan minggu ini, tarif saat ini cukup tinggi untuk menghapus 70% pengiriman China ke ekonomi terbesar di dunia dalam jangka menengah .
Hasil survei mengungkapkan ekspektasi rendah terhadap negosiasi perdagangan untuk segera membatalkan bea yang diberlakukan Trump terhadap China selama masa jabatan keduanya.
Data resmi yang akan dirilis pada Senin diperkirakan akan menunjukkan perlambatan dalam produksi industri China pada bulan April karena ancaman tarif membebani ekspor, menurut survei terpisah.
"Kami memperkirakan negosiasi perdagangan akan berakhir pada kesepakatan permukaan yang dangkal. Tidak cukup waktu bagi posisi relatif AS dan China untuk berubah secara material" sebelum pemilihan sela AS 2026 yang akan menjadi tenggat waktu potensial untuk kesepakatan, kata Kelly Chen, ekonom di DNB Bank.