Bisnis.com, JAKARTA - Malaysia dilaporkan akan memperluas pajak penjualan dan layanannya atau di Indonesia dikenal dengan Pajak Pertambahan Nilai dengan menjangkau sektor konstruksi dan jasa keuangan yang berlaku mulai 1 Juli 2025.
Dikutip dari Bloomberg, Senin (9/6/2025), langkah tersebut merupakan salah satu cara Malaysia untuk mempersempit target defisit fiskalnya menjadi 3,8% dari produk domestik bruto (PDB) berbanding dari 4,1% tahun sebelumnya. Perluasan basis pajak juga akan berlaku untuk barang-barang tersier, termasuk barang impor premium, selain jasa komersial.
“Penambahan pajak penjualan ini membantu peningkatan sektor publik terutama dalam meningkatkan bantuan tunai, memperkuat fasilitas umum serta layanan,” kata Menteri Keuangan Kedua Amir Hamzah Azizan dalam sebuah pernyataan pada hari Senin
Dia menyebut pendapatan tambahan tersebut dapat menguntungkan seluruh negara tanpa membebani sebagian besar rakyat.
Jasa keuangan dan konstruksi akan dikenakan pajak jasa masing-masing sebesar 8% dan 6%, menurut Kementerian Keuangan. Meski demikian pasar modal, valuta asing, dan konstruksi perumahan akan dikecualikan. Disebutkan juga akan ada pajak jasa baru untuk pendidikan swasta dan perawatan kesehatan swasta.
Kementerian juga menaikkan pajak penjualan menjadi 5% untuk barang-barang premium seperti kepiting raja, salmon, truffle, stroberi dan sutra impor, serta mesin industri. Barang-barang seperti sepeda balap dan potongan tungsten akan dikenakan pajak sebesar 10%.
Baca Juga
Pemerintah pada bulan April menunda rencana perluasan basis pajak mulai 1 Mei setelah produsen mendesak para pembuat kebijakan untuk menahan diri dari menambah beban keuangan mereka. Sektor manufaktur, kontributor utama pendapatan pajak Malaysia, menghadapi tekanan biaya yang berat dari tarif AS yang akan berlaku sebesar 24%.
Negara yang bergantung pada perdagangan ini berupaya untuk menegosiasikan kesepakatan dengan Washington dalam jeda 90 hari dari tarif yang lebih tinggi yang diamanatkan oleh Presiden Donald Trump, yang sementara itu telah mengenakan pungutan sebesar 10% untuk barang-barang dari Malaysia dan banyak mitra dagang lainnya.