Bisnis.com, JAKARTA — Jumlah bank sentral global yang berencana menambah cadangan emasnya dalam 12 bulan ke depan mencetak rekor tertinggi, didorong oleh performa emas saat krisis serta kemampuannya melindungi nilai dari inflasi.
Melansir Bloomberg pada Selasa (17/6/2025), berdasarkan survei yang dilakukan World Gold Council (WGC) bersama YouGov terhadap 72 otoritas moneter mencatat bahwa 43% responden berniat meningkatkan cadangan emasnya.
Angka tersebut melonjak dari 29% pada tahun lalu dan menjadi yang tertinggi dalam delapan tahun terakhir. Tak satu pun bank sentral dalam survei tersebut berencana mengurangi kepemilikan emas.
Mayoritas responden memperkirakan cadangan emas bank sentral secara global akan terus meningkat selama 12 bulan ke depan. Alasan utama kepemilikan emas mencakup kinerjanya dalam masa krisis, perannya dalam diversifikasi portofolio, serta kemampuannya sebagai penyimpan nilai.
Bank sentral menjadi pendorong utama reli harga emas dalam beberapa tahun terakhir, yang nilainya telah melonjak dua kali lipat sejak akhir 2022. Laju pembelian emas meningkat drastis setelah invasi Rusia ke Ukraina, ketika cadangan devisa Moskow dibekukan, mendorong banyak negara beralih ke emas sebagai aset cadangan alternatif.
“Terjadi pergeseran besar. Negara-negara Barat berhenti menjual, sementara pasar negara berkembang mulai membeli dan mengejar ketertinggalan dalam membangun cadangan emas,” kata Shaokai Fan, Kepala Global untuk Urusan Bank Sentral di WGC.
Baca Juga
Menurut konsultan Metals Focus, bank sentral telah membeli lebih dari 1.000 ton emas setiap tahun selama tiga tahun terakhir dan diperkirakan akan mempertahankan laju tersebut tahun ini. Tren pembelian ini telah berlangsung selama 15 tahun terakhir, membalikkan tren penjualan bersih yang terjadi selama dekade 1990-an.
Gelombang pembelian emas ini bahkan membuat emas melampaui euro sebagai aset cadangan terbesar kedua di bank sentral dunia pada akhir tahun lalu. Sementara itu, porsi aset dolar AS, terutama obligasi pemerintah (Treasury), terus turun dan kini hanya mencakup 46% dari total cadangan global.
Faktor-faktor yang berpotensi mempercepat penurunan dominasi dolar AS antara lain defisit fiskal AS yang membengkak, risiko penyitaan aset, serta spekulasi bahwa kreditur asing tidak lagi diperlakukan secara adil.
Kondisi ini menjadi keuntungan tersendiri bagi emas. Lebih dari separuh bank sentral di negara berkembang menyebut absennya risiko politik sebagai alasan mereka menambah cadangan emas. Sebanyak 78% juga menganggap emas bebas dari risiko gagal bayar (default).
Meski demikian, dominasi dolar AS sebagai aset cadangan utama dunia masih belum tergoyahkan. “Bank sentral kini memantau dolar dan pasar Treasury dengan lebih cermat dibanding sebelumnya. Namun ini bukan berarti mereka berbondong-bondong keluar dari dolar," ujar Fan.