Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Insentif Pajak Manufaktur Naik tapi Tak Mampu Dongkrak Kinerja, Ada Apa?

Pemerintah menaikkan insentif pajak industri pengolahan hingga Rp141,7 triliun pada 2026. Namun, kinerja industri stagnan.
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah kembali menaikkan belanja perpajakan untuk sektor industri pengolahan menjadi Rp141,7 triliun pada 2026 atau naik dari proyeksi tahun ini yang mencapai Rp137,2 triliun. 

Kenaikan belanja pajak sektor industri pengolahan telah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2021, insentif pajak yang diberikan pemerintah ke sektor manufaktur mencapai Rp72,3 triliun. 

Stimulus yang diberikan meningkat pada 2022 menjadi Rp82,2 triliun, kemudian naik menjadi Rp88,8 triliun pada 2023 dan mencapai Rp98,9 triliun pada 2024. 

Meski terus meningkat, kinerja industri pengolahan dari segi laju pertumbuhan industri dan kontribusi manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) masih stagnan. 

Dari segi kinerja pertumbuhan, industri pengolahan nonmigas tumbuh pesat ke angka 5,60%% yoy pada kuartal II/2025 atau lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya 4,31% yoy.

Capaian pertumbuhan periode baru ini juga naik dibanding periode yang sama tahun lalu 4,63% yoy dan 4,67% pada kuartal II/2023. Angkanya nyaris sama dengan kinerja tahun kuartal II/2022 yakni 5,47% yoy. Meskipun stagnan sedekade terakhir atau pada periode yang sama 2015 lalu sebesar 5,22% yoy.

Tak hanya itu, laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan sektor industri pengolahan masih memberikan sumbangsih terhadap PDB mencapai 18,67% (year-on-year/yoy).

Jika dilihat secara tahunan, capaian kuartal kedua tahun ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya, yakni 18,52% yoy pada kuartal II/2024 dan 18,25% pada kuartal II/2023. Angka tersebut terus tumbuh sejak terperosok ke level 17,84% yoy pada 2022.

Sayangnya, kontribusi manufaktur periode baru ini masih cenderung stagnan, bergeming jika dibandingkan sedekade lalu atau kuartal II/2015 yang mampu tembus ke angka 20,91% yoy.

Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Ariyo Irhamna mengatakan, industri dalam negeri sudah mendapatkan banyak insentif perpajakan, tetapi kemajuannya tidak sepesat Vietnam, Thailand dan Malaysia. 

“Kenapa tidak optimal insentif-insentif pajak tersebut karena insentif itu seperti icing on the cake atau hanya pemanis saja, jadi hal-hal lain yang lebih fundamental tidak dibenahi maka industri tidak akan bisa optimal,” kata Ariyo kepada Bisnis, Rabu (20/8/2025). 

Menurut dia, insentif fiskal yang diberikan pemerintah harus sejalan dengan perbaikan polemik fundamental seperti kepastian hukum untuk industri, persaingan usaha, dan penguatan inovasi dan teknologi pelaku industri. 

“Jadi belanja perpajakan harus dievaluasi terkait efektivitasnya, sebab ini salah satu sumber kebocoran APBN, insentif-insentif yang tidak optimal,” jelasnya. 

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian Saleh Husin mengatakan, turunnya kontribusi sektor manufaktur perlu menjadi perhatian karena sektor ini memiliki daya ungkit atau multiplier effect yang besar terhadap PDB, lapangan kerja, dan ekspor. 

“Dengan kebijakan yang pro-manufaktur dan responsif terhadap kebutuhan industri, kontribusi sektor industri terhadap PDB berpeluang tumbuh kembali di atas 19% dalam beberapa kuartal ke depan,” kata Saleh, dihubungi terpisah. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro