Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia memperkirakan ekonomi global bisa melemah dari perkiraan, usai Amerika Serikat (AS) memperluas kebijakan tarif resiprokal dari semula 44 negara menjadi 70 negara.
Otoritas moneter sebelumnya memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia di level 3% tahun ini. Terbaru, Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Juli Budi Winantya menyampaikan bahwa bank sentral merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2025.
“Perkembangan tarif ini menimbulkan risiko bahwa ekonomi dunia ini akan lebih lemah dari yang kita perkirakan,” kata Juli dalam dalam agenda Pelatihan Wartawan Media Nasional di Yogyakarta, Jumat (22/8/2025).
Juli menuturkan, besaran tarif yang diterapkan AS berbeda-beda di tiap negara. Ada yang mendapatkan tarif lebih tinggi dan ada pula yang dikenakan tarif lebih rendah dari yang diumumkan Presiden AS Donald Trump sebelumnya.
Misalnya, kata Juli, AS menerapkan tarif lebih tinggi terhadap India dan Swiss. Sebelumnya, Trump mengenakan tarif impor terhadap India sebesar 25% tetapi direvisi menjadi 50% dan Swiss dari 31% menjadi 39%.
Sementara itu, beberapa negara termasuk Indonesia mendapat tarif yang lebih rendah. Juli mengatakan, Indonesia yang semula mendapat tarif 32% turun menjadi 19%. Demikian pula Uni Eropa dari semula 30% menjadi 15% dan China dari semula 125% menjadi 41%.
Baca Juga
Selain merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia, Juli mengungkap bahwa bank sentral juga merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi sejumlah negara.
Dia mengatakan, BI telah merevisi pertumbuhan ekonomi AS dari 2,1% menjadi 2% pada 2025. Kemudian, India yang dikenakan tarif hingga 50% diperkirakan tumbuh 6,5% tahun ini dari 6,6%.
Sementara, negara-negara yang mendapat tarif lebih rendah diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari proyeksi BI sebelumnya. Misalnya, Eropa direvisi naik dari 0,9% menjadi 1%, China 4,6% dari semula 4,3%, dan Jepang dari semula 0,8% menjadi 1%.
“Dengan perkembangan terkini, ekonomi dunia berpotensi lebih lemah dari yang kita perkirakan sebelumnya di angka 3%,” pungkasnya.