Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza meyakini terbentuknya Badan Industri Mineral akan mendukung percepatan hilirisasi komoditas mineral strategis sebagaimana arahan Presiden Prabowo Subianto.
Dalam hal ini, dia menekankan bahwa Kementerian Perindustrian juga berkomitmen untuk turut andil berperan mendukung hilirisasi dan industrialisasi.
“Ini untuk percepatan hilirisasi,” kata Faisol kepada Bisnis, Selasa (26/8/2025).
Apalagi, kehadiran badan baru ini juga memberikan harapan baru untuk pengembangan mineral strategis yang lebih maju, terutama logam tanah jarang.
Logam tanah jarang merupakan sekelompok 17 unsur kimia yang memiliki sifat unik dan sangat penting untuk berbagai teknologi modern, termasuk perangkat elektronik, kendaraan listrik, dan teknologi pertahanan.
Kendati demikian, Faisol tak memberikan perincian mengenai pembagian tugas dan masih menantikan langkah dan fokus peranan Kemenperin dalam langkah hilirisasi mineral.
Baca Juga
Sebagaimana diketahui, Presiden Prabowo Subianto baru saja membentuk Badan Industri Mineral. Badan baru ini mendapat tiga mandat utama, yakni mengekstraksi logam tanah jarang, melindungi cadangan nasional, serta mengembangkan industrinya di dalam negeri.
Kepala Badan Industri Mineral Brian Yuliarto menuturkan bahwa lembaga yang dipimpinnya akan mengelola mineral strategis nasional, seperti logam tanah jarang (rare earth) hingga mineral radioaktif yang memiliki nilai tinggi serta peran penting dalam teknologi modern.
“Pak Presiden meminta kami menjadi Kepala Badan Industri Mineral. Badan ini nantinya mengelola industri material strategis yang terkait untuk industri pertahanan. Material strategis ini cukup penting untuk kedaulatan bangsa, dan juga diharapkan bisa meningkatkan ekonomi kita,” kata Brian usai dilantik sebagai kepala Badan Industri Mineral oleh Presiden Prabowo di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (25/8/2025).
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi besar mineral strategis yang harus dikelola secara terintegrasi agar memberi manfaat optimal bagi kepentingan nasional.
“Karena ini diharapkan muatan teknologinya cukup banyak, jadi pengembangan di perguruan tinggi terkait mineral logam tanah jarang diharapkan bisa didorong diaplikasikan di industri,” pungkasnya.
Berdasarkan data Neraca Sumber Daya dan Cadangan Mineral dan Batubara Nasional Tahun 2025, total sumber daya logam tanah jarang mencapai 136,2 juta ton dalam bentuk bijih dan 118.650 ton logam per 2024.