BISNIS.COM, JAKARTA—DPR meminta pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa, mengingat prevalensi kasus gangguan jiwa cukup besar di Tanah Air.
“Besarnya kasus gangguan jiwa harus dapat diantisipasi dengan memperluas layanan kesehatan ini hingga ke pusat pelayanan primer,” kata Anggota Komisi IX DPR Zuber Safawi, Jumat (8/3/2013).
Dia menilai masalah gangguan jiwa di Tanah Air yang kurang mendapat perhatian pemerintah apabila dilihat dari jumlah kasus dan sarana kesehatan yang tersedia.
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2007, prevalensi nasional penderita gangguan mental emosional (cemas dan depresi) pada penduduk berusia lebih dari 15 tahun mencapai 11,6% (sekitar 20 juta orang) dan yang mengalami gangguan jiwa berat 0,46% (sekitar 1 juta jiwa).
Bahkan, lanjut Zuber, untuk jumlah layanan kesehatan primer yang melayani pasien gangguan jiwa masih sangat minim.
Sementara itu, Puskesmas yang melayani pasien gangguan jiwa baru 10% dari total Puskesmas di Indonesia (2011). Padahal idealnya adalah 60%.
Selain itu, baru ada sekitar 22 provinsi yang memiliki rumah sakit jiwa, dan baru 20% rumah sakit umum yang membuka pelayanan kesehatan jiwa, sedangkan seharusnya minimal terdapat rumah sakit jiwa di tiap provinsi.
“Jumlah dokter ahli jiwa pun sangat memprihatinkan,” tukasnya.
Tercatat hanya sekitar 600 psikiater di Indonesia dan sebagian besar terkonsentrasi di ibukota, serta kota-kota besar lainnya.
Berdasarkan data tersebut, diperkirakan hanya 10% dari pasien dengan gangguan jiwa yang berobat ke dokter.
“Permasalahan ini seharusnya menjadi bagian terpenting dalam visi pembangunan kesehatan bangsa, karena definisi sehat bukan cuma fisik, tapi juga mental psikologis,” ungkap Zuber.
Dia menuturkan kecenderungan aksi kriminal belakangan ini, seperti pembunuhan anak oleh ibu kandung karena masalah sepele, serta kasus-kasus penganiayaan berat yang menjurus sadistik, menunjukkan meningkatnya masalah kejiwaan di masyarakat. (ln)