Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri mebel dan kerajinan rotan menargetkan nilai ekspor tahun ini mencapai US$270 juta seiring dengan kesempatan dalam situasi nilai tukar rupiah yang masih anjlok.
Sekjen Asosiasi Mebel Kayu dan Rotan Indonesia (AMKRI) Abdul Sobur mengatakan target awal nilai ekspor furnitur rotan tahun ini adalah US$250 juta, naik dari 2012 yakni senilai US$200 juta.
Namun, dengan kondisi nilai tukar rupiah yang rendah menjadi momen pengusaha untuk menaikan lagi nilai ekspor.
“Bagi eksportir secara umum, nilai tukar yang terpuruk ini justru keuntungan, sehingga dapat lebih mendorong industri ini,” katanya, Senin (30/9/2013).
Apalagi, kata Sobur, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 35,36, dan 37 Tahun 2011 yang menyetop ekspor bahan baku rotan memiliki dampak bagi pengusaha furnitur rotan sehingga menjadikan industri ini lebih bergairah.
Dia mengatakan sekitar 80% keberadaan rotan ada di Indonesia sehingga memiliki kekuatan inti dari industri furnitur. “Kalau kayu mungkin masih banyak di Negara-negara lain,” katanya.
Untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, AMKRI juga sudah mulai berbenah dengan menyiapkan beragam inovasi mebel dan kerajinan rotan.
Selama ini peminat mebel dan kerajinan rotan terbanyak yakni dari Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, tetapi kini sudah banyak diminati oleh pasar Taiwan dan China.
“Indonesia ini memiliki posisi yang menarik untuk produk rotan karena kita mempunyai bahan baku yang memadai,” katanya.
Selain itu, jelas Sobur, sejak diberlakukan kebijakan larangan ekspor bahan baku rotan itu, institusi perbankan juga sudah mulai percaya untuk memberikan bantuan penyaluran permodalan bagi industri mebel dan kerajinan rotan, pasalnya, rotan masuk dalam daftar bahan baku negative.
Pertumbuhan industri mebel dan kerajinan kayu maupun rotan hingga akhir tahun ini pun ditargetkan 20%, naik dari pertumbuhan tahun lalu yakni 15%.
Adapun nilai ekspor mebel kayu dan rotan secara keseluruhan tahun ini ditargetkan mencapai US$1,7 miliar. (ra)