Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah berencana membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di 12 waduk milik pemerintah dengan proyeksi nilai investasi Rp100 triliun guna mengurangi beban subdisi yang terus melonjak.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Dedy S Priatna mengatakan saat ini pemerintah tengah melakukan studi kelayakan pembangunan PLTA di waduk milik pemerintah tersebut. Anggaran studi kelayakan itu mencapai Rp36 miliar-Rp60 miliar.
“Pada 29 Januari 2014 yang lalu, bersama dengan wakil presiden akan memutuskan percepatan pemanfaatan sumber daya air bagi PLTA. Soalnya dibangun jelas sekali manfaatnya bagi negara terutama dalam menekan subsidi energi,” katanya ketika ditemui di kantornya, Senin (10/2/2014).
Dia mengungkapkan biaya pokok pembangkitan listrik rata-rata mencapai Rp1.217 per kwh. Padahal, harga jual rata-rata mencapai Rp725 per kwh. Artinya, tiap satu kwh yang disediakan, pemerintah memberikan subsidi sekitar Rp500 per kwh.
Menurutnya, biaya produksi dari PLTA paling rendah dibandingkan dengan jenis pembangkit lainnya. Biaya yang dikeluarkan PLTA tercatat hanya Rp156 per kwh, jauh apabila dibandingkan dengan PLTU Rp810 per kwh, PLTGU Rp1.002 per kwh ataupun PLTP Rp1.121 per kwh.
“Kalau misalnya 5.000 megawatt berhasil dibangun. Berdasarkan hitungan saya, maka subsidi listrik kita bisa menghemat sekitar Rp10 triliun tiap tahunnya,” tuturnya.
Meskipun biaya produksi murah, dia mengaku investasi yang harus dikeluarkan untuk membangun PLTA tergolong besar, yakni US$2 juta-US$3 juta per megawatt. Oleh karena itu, pendanaan pembangunan PLTA juga akan melibatkan investor swasta.
Selama ini progres pembangunan PLTA paling lambat dibandingkan dengan jenis pembangkit lainnya. Penyediaan listrik dari PLTA saat ini baru 3.394 megawatt, jauh dari potensi sebenarnya sebesar 75.000 megawatt. Hal itu juga terlihat dari minimnya optimalisasi waduk.
Dedy menuturkan pemerintah saat ini memiliki 261 waduk. Dari jumlah waduk tersebut, hanya 22 waduk yang sudah memiliki PLTA. Menurutnya, pembangunan PLTA di waduk bisa lebih cepat karena tidak ada masalah pembebasan lahan.
“Adanya waduk ini juga bisa mengurangi biaya produksi PLTA hingga 30%-40%. Kemudian, waktu pembangunannya juga lebih cepat 2,5 tahun,” jelasnya
Kendati demikian, pembangunan PLTA masih terkendala dari Peraturan Pemerintah (PP) No.6/2006 tentang pengelolaan barang milik negara/daerah. Menurutnya, dalam PP itu disebutkan penyewa hanya bisa selama 5 tahun, dan diperbolehkan melakukan perpanjangan.
Dia menilai ketentuan tersebut tidak memberikan kepastian hukum kepada investor. Oleh karena itu, PP tersebut perlu direvisi. Selain itu, izin usaha pun harus diperlonggar agar proyek tersebut bisa kompetitif di mata investor.