Bisnis.com, BANDUNG - Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) menilai aturan sertifikasi Marine Stewardship Council (MSC) yang ditetapkan importir Amerika Serikat dan Eropa terlalu rumit.
MSC adalah sertifikasi ekolabel internasional yang memastikan tiap produk perikanan diproduksi dengan cara lestari atau berpihak terhadap keberlanjutan lingkungan hidup.
Penangkapan ikan yang pro lingkungan berbeda karena memperhatikan keberlangsungan hayati. Sarana dan prasarana alat tangkap seperti jaring pun sangat dibatasi.
Ketua AP5I Thomas Darmawan mengatakan, MSC bukan sebuah standar wajib yang ditetapkan pasar internasional bagi negara eksportir.
"Sertifikasi ini hanya ditetapkan oleh perusahaan importir di mayoritas negara Eropa dan Amerika," kata Thomas kepada Bisnis, Kamis (15/5/2014).
Menurut Thomas, pemberlakuan MSC berdampak langsung pada terhambatnya ekspor produk perikanan Indonesia ke Eropa.
Namun dia menilai akan terdapat dua keuntungan bila produk perikanan Indonesia telah tersertifikasi MSC
Pertama pasar ekspor lebih terbuka karena konsumen di luar negeri tidak ragu mengonsumsi produk Indonesia. Kedua harga atau nilai ekspor secara otomatis akan meningkat.
"Sayangnya proses sertifikasi MSC cukup sulit dengan tahapan panjang, bisa 1-2 tahun," ungkap Thomas.
Dari lima jenis ikan produksi Indonesia yang paling banyak diminati pasar ekspor yakni cakalang, udang, kakap, rajungan, dan tuna, belum ada satu pun yang mengantongi sertifikat MSC.
Meski begitu menurut informasi yang didapatkan AP5I, Kementrian Kelautan dan Perikanan menargetkan di awal tahun 2015 rajungan akan mendapatkan label MSC.
Dia menyebutkan, berdasarkan data Kementrian Kelautan dan Perikanan menunjukan jumlah produksi ikan tuna Indonesia rata-rata mencapai 613.575 ton/tahun dengan nilai sebesar Rp 6,3 triliun.
Dia menjelaskan tersebut berpotensi menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil tuna terbesar di Asia.
Namun Ketua AP5I Thomas Darmawan tetap mengingatkan kalangan eksportir ikan tuna, untuk perlu mencermati aturan main yang berlaku di kawasan Eropa dalam menerima impor produk perikanan.
"Negara-negara kawasan Uni Eropa terkenal sangat ketat dalam menerima produk impor hasil perikanan," ujar Thomas.
Salah satu yang dapat dilakukan untuk dapat menembus pasar ekspor tuna Uni Eropa adalah dengan metode penangkapan ikan yang dikenal dengan nama pole and line.
Bila harga ikan tuna ekspor rata-rata dihargai US$ 1.200 per ton, namun bila penangkapan ikan tuna dilakukan dengan pole and line maka mendapat tambahan harga US$ 200 per ton-US$ 400 per ton.
"Tahun lalu dari 600.000 ton tuna yang dihasilkan, baru sekitar 120.000 ton yang ditangkap menggunakan metode pole and line," ujar Thomas.
Menurutnya meski unggul secara jumlah produksi, soal nilai ekspor ikan tuna Indonesia masih kalah dengan Thailand.
"Nilai ekspor ikan Tuna dari Thailand hampir 1 miliar dollar AS, sedangkan ekspor ikan tuna dari Indonesia hampir 500 juta dollar AS, atau baru setengahnya," papar Thomas.
Thailand merupakan pengolah unggul ikan tuna dan banyak mengekspor ikan tuna dalam bentuk kaleng. Sebanyak 70% dari total produksi ikan tuna Thailand ditangkap menggunakan metode pole and line.
Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut) Jawa Barat mengungkapkan pihaknya terus menggaet eksportir agar mempermudah sertifikasi ekspor.
Kadiskanlut Jabar Jafar Ismail mengatakan selama ini ekspor ikan yang dilakukan dari Jabar cukup menggeliat. Namun kendala sertifikasi membuat nelayan harus mencari eksportir yang memiliki sertifikat.
"Untuk mempermudah kami terus menggaet eksportir agar melakukan ekspor ikan nelayan dengan serapan yang banyak agar nilai tambah menjadi tinggi," katanya.
Dia mengharapkan, eksportir dan nelayan terus bekerja sama untuk menyerap pasar ikan terlebih jelang pasar bebas Asean
EKSPOR IKAN: Aturan Sertifikasi MSC Terlalu Rumit
Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) menilai aturan sertifikasi Marine Stewardship Council (MSC) yang ditetapkan importir Amerika Serikat dan Eropa terlalu rumit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Adi Ginanjar Maulana/Dimas Waradhytia
Editor : Martin Sihombing
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
38 menit yang lalu
BI Tahan Suku Bunga, Apindo: Pengusaha Dalam Kondisi Tak Diuntungkan
1 jam yang lalu
Daftar UMK DIY 2025, Yogyakarta & Sleman Tertinggi
1 jam yang lalu