Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah memasang target ekspor buah tropis tumbuh 10% selama 5 tahun ke depan meski masih dihadang persoalan hambatan nontarif terkait genai hama tanaman.
Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian Hasanuddin Ibrahim menjabarkan ekspor buah tropis segar memiliki prospek yang sangat menguntungkan karena banyaknya varian buah Indonesia yang digemari pasar internasional.
"Pisang mengalami kendala hama, yaitu lalat buah di negara seperti Jepang dan Tiongkok. Tapi buah lain seperti melon, manggis dan nanas bisa masuk," ungkapnya, Senin (18/8).
Hasanuddin menjabarkan, saat ini pihaknya tengah gencar melakukan berbagai penanganan untuk mengatasi permasalahan lalat buah ini, termasuk riset dan penelitian, demi meloloskan produk asal Indonesia ke dua pasar raksasa tersebut.
Buah tropis khususnya pisang, paparnya, memang harus dikembangkan mengingat potensi pasar yang masih begitu besar.
Sebagai gambaran, Food and Agriculture Organization (FAO) mencatat ekspor pisang dunia berada di kisaran 16,5 juta ton, dimana AS dan Uni Eropa menjadi pasar utama yang mendominasi dengan share masing-masing 27%.
Dia menyebutkan, keuntungan menggenjot produksi pisang adalah buah jenis ini bukanlah buah semusim, sehingga petani dan pelaku usaha bisa mengatur sendiri pasokan dan stok di pasaran.
Konsumen, tambahnya, juga tidak perlu khawatir mengalami kelangkaan buah ini.
"Pisang mempunyai pasar yang besar. Indonesia harus kuat di pisang," tutur Hasanuddin.
Dia menjabarkan, sebagai negeri tropis Indonesia mempunyai potensi menjadi produsen kelas dunia.
Namun, tambahnya, hal ini tidak dapat terealisasi jika tidak diiringi oleh dukungan investor.
Dua menerangkan, kendala lain yang dihadapi pelaku usaha hortikultura seperti buah adalah perihal logistik.
Sebab, katanya, komoditas ini memerlukan rantai distribusi yang cepat karena mudah busuk.
Untuk itu, Hasanuddin mengemukakan, dalam waktu dekat pihaknya mempersiapkan model distribusi yang lebih fleksibel dengan menggunakan sepeda motor.
Sementara, katanya, pasar yang dituju mayoritas adalah kelas menengah.
Dia mengungkapkan gagasan ini juga bisa memperluas lapangan pekerjaan di rantai pengiriman. “Karena cepat busuk, jadi delivery ya harus cepat,” ujarnya.