Bisnis.com, BANDUNG-- Asosiasi Eksportir Sayur dan Buah Indonesia (AESBI) pesimistis kinerja ekspor buah-buahan sepanjang 2014 naik akibat rendahnya produksi di tingkat petani pada pertengahan tahun ini.
Sekjen AESBI Komar Muljawibawa mengatakan pada pertengahan tahun ini ekspor buah-buahan Indonesia minim karena produksi di tingkat petani mengalami hal serupa.
"Nilai ekspor produk buah Indonesia masih sangat tergantung pada musim panen. Hal tersebut menyebabkan ekspor di pertengahan tahun rendah," kata Komar kepada Bisnis, Selasa (30/9/2014).
Meski begitu, pihaknya terus berupaya untuk memaksimalkan kinerja ekspor hingga bulan Desember mendatang dengan berbagai cara seperti penanaman skala besar serta pelatihan pembenahan terhadap petani agar lebih selektif dalam memelihara tanaman.
Dia mengungkapkan upaya tersebut akan mendorong petani untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi sehingga bisa memacu kinerja ekspor yang akan terjadi pada tahun ini.
“Kesadaran para petani untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas ini sudah mulai terlihat dan efek besarnya mungkin baru dapat terasa pada 3-4 tahun lagi dengan nilai ekspor yang bisa jauh lebih besar,” ujar Komar.
Dia memaparkan terdapat tiga jenis buah yang menjadi andalan yaitu manggis dengan tujuan Hongkong dan Vietnam. Salak dengan tujuan ekspor Tiongkok dan Singapura. Serta Mangga dengan tujuan ekspor ke Uni Emirat Arab.
Menurutnya, selama semester I-2014 kinerja ekspor buah-buahan Indonesia hanya mencapai US$116 juta, turun 5% dibanding periode yang sama tahun 2013.
"Kami terus berupaya untuk mengejar target ekspor hingga akhir tahun ini sebesar US$500 juta. Mudah-mudahan bisa naik dari tahun 2013 sebesar US$418,08 juta," ujarnya.
Secara terpisah, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Jawa Barat menyarankan pemerintah menggenjot pengembangan teknik bertani yang baru terhadap petani guna mendongkrak produksi hortikultura terutama untuk memperbesar pasar ekspor.
Ketua HKTI Jabar Entang Sastratmaja mengatakan hal tersebut diberikan kepada petani berupa teknis bertani modern agar tidak hanya berpikiran memproduksi tapi juga berwirausaha.
“Khususnya petani muda yang diberikan teknik pemasaran. Hal ini akan bermuara pada petani yang berwirausaha,” katanya.
Dia menjelaskan jika hal tersebut tidak dilakukan maka ancaman krisis pangan akan semakin cepat.
Selain itu, katanya, pemerintah daerah didorong membuat Perwal atau Perbup tentang pengendalian alih fungsi lahan. Karena selama ini adanya otonomi sebagian besar daerah dengan mudah mengubah aturan.