Bisnis.com, JAKARTA - Kelompok antirokok dan tembakau terus mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Atas desakan itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menegaskan jika Presiden SBY memutuskan mengaksesi FCTC bisa diartikan sebagai tindakan abai pemerintah terhadap kesejahteraan rakyatnya.
“Kalau Pemerintah ingin mewujudkan kesejahteraan rakyat, salah satu yang dapat dilakukan adalah berlaku adil terhadap kelompok petani, termasuk dari komoditas tembakau,” kata Hikmahanto, ditulis Rabu (15/10/2014).
Dia menambahkan bertani tembakau sudah menjadi tradisi turun temurun sebagian masyarakat Indonesia dalam mencapai kesejahteraan. Dukungan Pemerintah terhadap kelangsungan pertanian tembakau adalah bagian dari perwujudan kesejahteraan tersebut.
“Terwujudnya kesejahteraan masyarakat adalah kewajiban bersama yang harus melibatkan semua stakeholders. Maka Kementerian Kesehatan dan sekutunya tidak berkompeten untuk meratifikasi FCTC,” papar Hikmahanto.
Sementara itu, Ketua Komite Tetap Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Kamar Dagang Industri (Kadin) Thomas Darmawan menegaskan saat ini seluruh industri menolak ditandatanganinya FCTC karena akan berdampak negatif pada industri rokok. "Industri rokok skala kecil dan besar menolak ratifikasi," tegasnya.
Dijelaskannya, FCTC sekarang ini semangatnya pelarangan dan bukan pengendalian atau pembatasan lagi.
“Alhasil, semua industri kompak menolak dan meminta pemerintah membatalkan rencana ratifikasi. Mudah-mudahan mampu menjelaskan posisi industri," ujarnya.