Bisnis.com, JAKARTA -- Ekonom Institut Ekonomi dan Keuangan (Economic Finance Institute/Ecfin) Erna Zetha berpendapat industri pengolahan nonmigas harus menjadi motor penggerak sekaligus penyelamat pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu sektor tersebut tidak boleh dibiarkan melemah, justru harus dipacu agar berlari lebih kencang.“Industri seharunys diutamakan dan menjadi motor, karena porsinya besar di dalam PDB dan [industrilah] kunci penyerapan tenaga kerja perbendidikan,” ucap dia saat dihubungi Bisnis, Kamis (26/3/2015).
Adapun yang mesti dilakukan adalah secara serius memperkuat struktur industri hulu dan perantara. Tujuannya apalagi kalau bukan mengikis ketergantungan impor agar nonmigas berdaya sebelum mampu bersaing. Kenyataannya sektor ini yang cenderung jadi alergi bagi perbankan karena beresiko tinggi dan investasinya mahal.
Namun Peneliti Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Ina Primiana berpendapat sebaiknya pebisnis di sektor nonmigas lebih realistis pada tahun ini.
Perubahan menjadi 5,7% di dalam APBN-P 2015 menunjukkan kondisi ekonomi nasional memang melambat. Oleh karena itu perlu dilakukan penyesuaian agar industri jangan sampai tong kosong berbunyi nyaring, alias gagal capai target.
Menurut ina target pertumbuhan industri nonmigas yang dipatok Kementerian Perindustrian 6,01% pada tahun ini perlu direvisi seperti halnya pertumbuhan ekonomi.
“Kalau bisa direvisi saja [target pertumbuhan nonmigas] dengan melihat situasi ekonomi saat ini yang menurun. Kenyataannya, produksi industri menurun karena dolar naik, ekspor juga tertahan [karena bahan baku tergantung impor],” kata Ina kepada Bisnis.
Menurutnya kisaran ideal untuk pertumbuhan sektor nonmigas tidak jauh berbeda dibandingkan 2014, sekitar 5,6%. Sekalipun target investasi di bidang ini tercapai tetap saja takkan bisa seketika dongkrak kinerja industri.
Apresiasi dolar AS seolah jadi pemukul yang ampuh guna melumpuhkan pergerakan industri. Kendati ekspor bisa membesar tetapi impor juga berkembang. Dengan kata lain peningkatan penjualan ke luar negeri kemungkinan cuma terjadi secara nilai bukan volume.
“Ada efek dari merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Apresiasi dolar terlalu tinggi bikin industri melambat,” tutur Ina.
Yang pasti,selain membidik pertumbuhan 6,01% Kemenperin juga menginginkan kontribusi nonmigas dalma PDB nasional sebesar 21,2%. Untuk lapangan kerja diharapkan secara keseluruhan bisa terserap 15,5 juta orang sampai akhir penghujung tahun.
Adapun target investasi baik asing maupun domestik yang dibidik senilai Rp270 triliun. Nilai tambah sektor industri di luar Jawa diharapkan mencapai 30%. Nilai tambah ini salah satunya dikejar melalui kehadiran 14 kawasan industri sampai 2019.