Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga Pusat Studi Hukum Properti Indonesia (PSHPI) menilai Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor 5 tahun 2015 mengenai Izin Lokasi, tidak sesuai dengan asas hukum.
Dalam aturan itu tertulis perusahaan hanya boleh melakukan pengembangan dalam satu provinsi untuk kawasan perumahan maksimal seluas 400 hektar, kawasan resort dan perhotelan maksimal 200 hektar, serta kawasan industri maksimal 400 hektar.
Sedangkan di seluruh Tanah Air, developer hanya boleh memiliki lahan maksimal 4.000 hektar.
Ketua PSHPI Erwin Kallo mengatakan setiap peraturan hendaknya sesuai dengan tiga nilai asas hukum yakni kepastian, keadilan, dan kemanfaatan.
Untuk melakukan investasi, pengusaha tentunya perlu mendapat kepastian hukum. Artinya, ada konsistensi antara peraturan dari Undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri (Permen).
“Poin pertama mengenai kepastian, padahal peraturan ini sudah tercantum dalam Peraturan Kepala BPN no.2 tahun 1999. Namun sudah 15 tahun, peraturan tidak juga terlaksana karena tidak melihat aspek keadilan dan kemanfaatan,” katanya kepada Bisnis.com, Minggu (7/6).
Dari segi keadilan dan kemanfaatan, paparnya, aturan itu tentunya membatasi developer untuk membangun kawasan dengan infrastruktur yang lengkap. Padahal, pemda membutuhkan pengembangan skala besar seperti ini untuk mendorong ekonomi daerah.
Melihat dari tiga poin asas hukum itulah, Erwin berpendapat Permen ATR/BPN no.5 tahun 2015 akan sulit terlaksana karena memang sifatnya tidak aplikatif.
“Peraturan atau hukum seharusnya menjadi solusi bagi permasalahan, bukan menjadi masalah baru. Kalau isinya seperti itu, saya rasa akan sulit dilaksanakan,” ujarnya.
PSHPI: Peraturan Menteri Agraria No.5/2015 Tidak Penuhi Asas Hukum
Lembaga Pusat Studi Hukum Properti Indonesia (PSHPI) menilai Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor 5 tahun 2015 mengenai Izin Lokasi, tidak sesuai dengan asas hukum.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Hafiyyan
Editor : Yusran Yunus
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
1 jam yang lalu
Sritex Ajukan PK Usai Kasasi Pailit Ditolak Mahkamah Agung
2 jam yang lalu