Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apersi: Rencana Penaikan IMB 2 Kali Lipat di Bekasi Harus Disetop

Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menilai rencana penaikan tarif izin mendirikan bangunan atau IMB di Kota Bekasi tidak perlu dilanjutkan.
Izin mendirikan bangunan (IMB)/Ilustrasi-jakarta.go.id
Izin mendirikan bangunan (IMB)/Ilustrasi-jakarta.go.id

Bisnis.com, BEKASI - Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menilai rencana penaikan tarif izin mendirikan bangunan atau IMB di Kota Bekasi tidak perlu dilanjutkan.

Eddy Ganefo, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), mengatakan rencana penaikan tarif IMB tidak tepat.

Rencana penaikan tarif itu dinilai tidak tepat lantaran bersamaan dengan pelambatan pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya 4,7% pada kuartal pertama dan melorotnya penjualan industri perumahan di Indonesia.

Misalnya, untuk industri perumahan menengah kecil yang turun 20%-30% dibandingkan dengan tahun lalu dan perumahan mewah yang turun mencapai 50%-60%.

"Makanya, tidak tepat untuk menaikkan IMB," katanya, Selasa (23/6/2015).

Saat ini, DPRD Kota Bekasi merevisi peraturan daerah tentang tarif izin mendirikan bangunan. Revisi itu salah satunya menyangkut kenaikan tarif IMB.

Dalam Perda No 15/2015 tentang IMB disebutkan tarif izin mendirikan bangunan sebesar Rp10.000 per meter. Sesuai dengan rencana revisi aturan itu, tarif tersebut akan naik menjadi Rp25.000 per meter.

Penaikan tarif IMB yang bertujuan mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) seharusnya tidak dilakukan. Alih-alih akan menaikkan PAD Kota Bekasi, kata Eddy, penaikan tarif IMB justru membuat masyarakat keberatan membayar pajak.

Semestinya, penaikan PAD didorong dengan permudahaan izin pembangunan perumahan. Dengan demikian, pemerintah daerah dapat mengantongi pendapatan dari pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB).

"Ini motifnya untuk mengejar PAD di saat seperti ini. Dengan begini justru tidak ada yang mau bayar pajak."


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhamad Hilman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper