Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah hingga akhir tahun diprediksi berada di rentang Rp14.500 hingga Rp14.800 per dolar Amerika Serikat.
Direktur Eksekutif Mandiri Institute Destry Damayanti mengatakan gerak nilai tukar rupiah tersebut sangat dipengaruhi kondisi global.
"Kurs di kisaran Rp14.500 hingga Rp14.800. Kami harap ke depan di range yg kurang lebih sama. Ada hitungan kalau China ada sedikit devaluasi dan kebutuhan dolar ada uncertainty," ujarnya saat pemaparan Economy Outlook di Plaza Mandiri, Senin (21/9/2015).
Kebutuhan dolar dalam negeri, lanjutnya, diprediksi akan tinggi dalam tiga hingga empat bulan terakhir untuk membayar utang luar negeri yang jatuh tempo pada akhir tahun.
Dia memprediksi Bank Sentral China atau People's Bank Of China (PBoC) akan kembali mendevaluasi mata uang yuan karena saat ini dinilai masih kuat dengan mata uang dolar.
Apabila pemerintah China kembali mendevaluasi yuan, maka akan kembali berdampak pada perekonomian global termasuk Indonesia. "Kalau China sampai mendevaluasi mata uangnya lagi, maka Indonesia atau lainnya terpengaruh, mau enggak mau Indonesia kena lagi," katanya.
Untuk mengantisipasi serangan global, menurutnya, pemerintah dan otoritas di sektor keuangan perlu segera membentuk UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) agar payung hukum kebijakan di sektor keuangan bisa lebih jelas.
"Kontijensi sangat perlu tapi intinya ada UU JPSK dulu deh, terus terang kalau sampai sektor keuangan kena, bahaya, karena sektor keuangan jadi urat nadi ekonomi kita Kayak sekarang ekonomi melambat, bank masih kuat masih bisa salurkan kredit bisa juga ke kreatif industri yang potensi tumbuh tinggi sekali," tutur Destry.