Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga Penjamin Simpanan mencatat sampai dengan posisi Agustus 2015 kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) hanya mampu tumbuh 9,47% yang disumbang oleh pertumbuhan kredit mikro sebesar 17,22%.
"Pertumbuhan kredit UMKM yang semula diharapkan mampu membantu untuk menyokong pertumbuhan ternyata masih jauh di bawah ekspektasi," ujar Analis Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Seno Agung Kuncoro dalam Laporan Perekonomian LPS yang dikutip Bisnis.com, Sabtu (31/10/2015).
Dia mengatakan dampak paling besar akibat perlambatan ekonomi adalah sektor kredit usaha kecil, yang hanya tumbuh 4,11% pada periode yang sama.
Namun demikian, dorongan bank sentral dan regulator perbankan yang mewajibkan bank umum secara bertahap meningkatkan porsi kredit UMKM dalam portofolio kreditnya menjadi 5% di tahun 2015, hingga mencapai 20% pada tahun 2018 diharapkan mampu meningkatkan peran UMKM dalam perekonomian Indonesia dimasa yang akan datang.
Seno menyebut masih rendahnya porsi kredit UMKM dalam portofolio bank antara lain disebabkan karena ketiadaan status badan hukum pada mayoritas pengusaha UMKM sehingga menyulitkan akses pendanaan.
"Penghambat lain dalam pertumbuhan UMKM adalah minimnya akses informasi, peluang usaha dan pasar yang sangat kecil," katanya.
Namun demikian, dalam rentang waktu 5 tahun terakhir sudah cukup banyak bank umum yang masuk dalam pasar UMKM dengan membuat unit bisnis mikro terpisah.
Di sisi lain, lanjutnya, peningkatan penyaluran kredit UMKM tidak selalu membawa efek positif.
Pasalnya, negative excess dari euforia penyaluran kredit UMKM adalah masalah biaya operasional dan sumber daya manusia yang kurang memadai.
Kurangnya sumber daya manusia mengakibatkan maraknya praktik bajak membajak karyawan bank yang khusus bergelut dalam kredit UMKM.
"Upaya bajak membajak, pembukaan kantor dan risiko mau tidak mau ditransfer ke dalam pricing bunga, sehingga tidak mengherankan jika bunga yang ditawarkan untuk kredit UMKM menjadi sangat tinggi," tutur Seno.