Bisnis.com, JAKARTA -- Direksi baru Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memiliki dua tantangan utama agar badan tetap bisa berjalan.
Riduan, Direktur Keuangan dan Investasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengatakan persoalan mendasar masih sulitnya ekspansi peningkatan benefit oleh BPJS Kesehatan dikarenakan iuran yang tidak berimbang dengan layanan manfaat yang dijamin.
"Benerin besaran iuran. Semuanya [untuk semua kelas dan semua tipe peserta]. Lama lama ndak imbang kalau PBI [penerima bantuan iuran dari APBN] terus yang dinaikan," kata Riduan seperti yang dikutip dari Bisnis Indonesia, Selasa (1/12/2015).
Dia mengatakan setelah persoalan iuran yang direkomendasikan aktuaris terbentuk maka setelah itu badan dapat bergerak dalam pemberian manfaat baik ke peserta maupun ke penyelenggara layanan kesehatan.
Riduan yang tidak lagi mencalonkan diri sebagai direksi baru itu mengatakan peningkatan kemampuan pelayanan primer seperti puskesmas maupun dokter keluarga akan membuat efisiensi lebih tinggi.
Saat ini telah ditetapkan 144 rumah penyakit diselesaikan di pelayanan primer. Jika tingkat rujukan dapat diminimalisir maka akan meningkatkan efisiensi. Penetapan tarif yang seragam untuk penyakit yang sama di semua rumah sakit juga akan meningkatkan efisiensi.
"Saat ini tarif rumah sakit tidak single untuk tindakan dan rawatan yang sama," katanya.
Sementara untuk anggaran 2016, Riduan mengatakan pihaknya masih terus melakukan pembahasan. Setelah pagu indikatif di APBN 2016 ditetapkan iuran Rp23.000, badan masih akan mengalami defisit Rp9 triliun.
Untuk itu pihaknya mengusulkan salah satu yang dapat dilakukan adalah menaikan tarif peserta mandiri menjadi Rp30.000 untuk kelas III, Rp50.000 kelas II dan Rp80.000 untuk kelas I.
"Baru usulan, belum ditetapkan. Dari kenaikan ini maka akan menambah pemasukan Rp2,5 triliun," katanya.
Pemerintah sendiri dalam APBN 2016 menyiapkan cadangan suntikan Rp6,8 triliun untuk menutup selisih keuangan ini.