Bisnis.com, JAKARTA — Indeks Harga Konsumen (IHK) atau inflasi Amerika Serikat tumbuh melambat pada Juli 2025 sebesar 0,2% secara bulanan, dibandingkan Juni 2025 sebesar 0,3%. Adapun, inflasi AS secara tahunan mencapai 2,7% per Juli 2025.
Dilansir dari Reuters, Biro Statistik Ketenagakerjaan pada Departemen Ketenagakerjaan AS mencatat bahwa indeks harga konsumen Juli 2025 tumbuh 0,2% dibandingkan Juni 2025.
Meski tumbuh melambat secara bulanan, kenaikan biaya barang akibat kebijakan tarif impor yang diberlakukan Presiden Donald Trump menyebabkan ukuran inflasi mendasar tercatat mengalami kenaikan terbesar dalam periode enam bulan.
Adapun, inflasi Juli 2025 tercatat sebesar 2,7% secara tahunan atau dibandingkan dengan 12 bulan sebelumnya, atau sama dengan yang tercatat pada Juni 2025 yakni 2,7%. Data statistik itu sedikit meleset dari perkiraan analis dan ekonom yang disurvei Reuters yang sebelumnya meramal inflasi 2,8% (year on year/YoY).
Berdasarkan komponennya, inflasi terjadi pada Juli 2025 sebesar 0,3% dibandingkan bulan sebelumnya apabila tidak menyertakan harga pangan dan energi. Inflasi itu adalah yang tertinggi sejak Januari, setelah merangkak naik pada Juni sebesar 0,2%.
Kemudian, indeks harga konsumen (CPI) inti bulan lalu juga tercatat tumbuh 3,1% (YoY) atau lebih tinggi dari periode Juni 2025 yakni 2,9% (YoY).
Baca Juga
Federal Reserve melacak indikator-indikator berbeda yang memengaruhi inflasi atas target yang ditetapkan yakni 2%. Sebelum rilis data indeks harga konsumen, pelaku pasar keuangan memperkirakan bank sentral AS akan meneruskan pemangkasan suku bunga pada September setelah laporan ketenagakerjaan yang lemah pada Juli.
Tidak hanya itu, ada revisi penurunan tajam pada data penggajian pada sektor nonpertanian untuk Mei dan Juni.
The Fed lalu mempertahankan suku bunga acuannya di kisaran 4,25%—4,50% bulan lalu untuk kelima kalinya berturut-turut sejak Desember 2024.
Laporan IHK diterbitkan di tengah meningkatnya kekhawatiran atas kualitas laporan inflasi dan ketenagakerjaan menyusul pemotongan anggaran dan kepegawaian, yang menyebabkan penangguhan pengumpulan data untuk sebagian keranjang IHK pada beberapa wilayah di AS.
Kekhawatiran tersebut diperparah oleh pemecatan yang dilakukan Trump terhadap Kepala Biro Statistik Ketenagakerjaan AS atau US Bureau of Labor Statistics (BLS), Erika McEntrafer awal bulan ini.
Kenapa Data Inflasi dari BPS AS Jadi Sorotan?
Menurut sejumlah ekonom, penangguhan pengumpulan data oleh BLS terjadi setelah kurangnya pendanaan terhadap lembaga tersebut baik di bawah rezim pemerintahan partai Republik maupun Demokrat. Situasi semakin meruncing setelah kebijakan Trump pada pemerintahannya di periode kedua ini untuk memangkas belanja besar-besaran dan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal pekerja di sektor publik.
BLS sebelumnya menyatakan bahwa perlu 'menyelaraskan beban kerja dengan tingkat sumber daya' saat menangguhkan pengumpulan data IHK di salah satu kota di negara bagian Nebraska, Utah dan New York. Penangguhan juga dilakukan pada 15% sampel di 72 area secara rata-rata.
Hal itu berdampak pada survei harga komoditas dan jasa sekaligus perumahan, sehingga beberapa harga barang dan jumlah sewa yang dihimpun untuk menentukan IHK menjadi dikurangi sementara waktu.
Situasi tersebut lalu berujung pada BLS menggunakan imputasi untuk mengisi informasi yang hilang. Untuk diketahui, imputasi berarti proses mengisi nilai yang hilang dalam suatu dataset.
Imputasi sel berbeda, yang digunakan BLS ketika semua harga tidak tersedia di sel asal, mempertahankan kategori barang tetapi memperluas kewilayahannya. Metode sel asal yang dianggap oleh para ekonom sebagai metode berkualitas lebih tinggi, menggunakan harga rata-rata barang yang sama di lokasi yang sama dengan harga produk yang hilang.
Penggunaan imputasi sel berbeda telah meningkat dari hanya 8% pada bulan Juni 2024. Para ekonom mengatakan meskipun langkah-langkah yang diadopsi oleh BLS ini tidak akan menimbulkan bias dalam data IHK, volatilitasnya patut dikhawatirkan.