Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyatakan dalam waktu dekat akan segera memutuskan nasib rencana bergabungnya Indonesia ke Trans Pacific Partnership (TPP).
Sebelumnya, dia sudah menyampaikan rencana itu saat bertemu Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama pada Oktober 2015 di Washington. "Akan segera saya putuskan, tapi dengan kalkulasi mendetail," kata Jokowi saat membuka Konferensi Forum Rektor Indonesia (FRI) ke-18, Jumat (29/1/2016) malam.
Dia menilai pilihan untuk bergabung dengan TPP atau tidak, sama-sama memiliki risiko. Menurut Jokowi pemerintah tak bisa lagi berlama-lama menimbang kepastian pelaksanaan rencana itu. "Saya tak akan berlama-lama, kalau iya (masuk TPP), apa yang diperbaiki, dan kalau tidak, apa yang harus kita lakukan," kata dia di depan ratusan pimpinan kampus peserta Konferensi FRI 2016.
Meskipun demikian, Jokowi mengisyaratkan pilihan untuk bergabung dengan TPP merupakan prioritas pemerintah. Dia mengeluh selama ini produk garmen Indonesia yang diekspor ke Amerika Serikat terpaksa harus terkena tarif tinggi karena Indonesia belum bergabung dengan TPP. "Kena tarif pajak 15%-20%."
Sementara itu, produk garmen asal negara-negara Asean lainnya, seperti Malaysia, Vietnam, Singapura dan Brunei, yang sudah bergabung dengan TPP, bisa bebas masuk ke pasar AS tanpa tarif. "Bagaimana kita bisa bersaing dengan mereka, pasti tidak bisa," kata Jokowi.
Menurut Jokowi kritik ke pemerintah terhadap rencana itu selama ini tidak relevan karena tanpa penjelasan mengenai perhitungan yang teliti. "Jangan belum-belum bilang pasar kita akan direbut, produk kita lain dari Amerika," kata dia.
Dia menyatakan hal ini di depan 425 pimpinan perguruan tinggi se-Indonesia untuk mengingatkan mengenai kebutuhan percepatan persiapan Indonesia menyikapi tantangan kompetisi ketat perekonomian global.
Jokowi mengatakan kalangan kampus perlu ikut berkontribusi membantu pemerintah agar bisa bergegas memperbaiki kualitas produktivitas, daya saing, etos kerja dan efisiensi. "Kita sudah masuk era kompetisi, tradisi lama tak bisa lagi dipakai, kalau tidak, kita akan jadi pecundang," ujar Jokowi.
Sejumlah ekonom terkenal telah menolak kebijakan Jokowi untuk bergabung dalam TPP. Salah satunya disampaikan Guru Besar Fakultas Ekonomi UI Emil Salim, yang tahun 1964 memperoleh gelar doktor ekonomi dari University of California, Berkeley.
Menurut Emil, yang juga mantan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden, TPP tidak hanya berpengaruh terhadap memburuknya ekonomi, tetapi juga tidak sesuai dengan nilai-nilai ideologi bangsa dan Nawacita. “Bukan hanya alasan ekonomi, melainkan juga ideology battle,” kata Emil yang jadi menteri sejak tahun 1971.
Yang menjadi kesulitan membahas TPP, ujar mantan Menteri Lingkungan Hidup Indonesia yang pertama, adalah bahwa negosiasi tentang dan hasilnya tidak transparan dan sifatnya tertutup.
"Yang banyak dilibatkan dalam negosiasi TPP adalah pengusaha besar AS, sedangkan buruh, pengusaha kecil, LSM, dan cendekiawan tidak dilibatkan," kata Emil. Bahkan, Kongres dan Senat AS juga tidak dilibatkan sehingga 130 anggota Kongres mengirim surat protes kepada US Trade Representative, Ron Kirk.
Emil menjelaskan, TPP dianggap tidak memperjuangkan "perdagangan bebas", tetapi kepentingan "lobi bisnis yang kuat", mencakup kepentingan produsen peternakan, pertanian, industri gula, rokok, farmasi, dan lain-lain. Informasi tentang perkembangan negosiasi TPP kita peroleh dari internet dan tulisan para cendekiawan seperti Joseph Stiglitz dan Rick Rowden.
Indonesia adalah negara berpenduduk dan berpotensi pembangunan yang besar. "Yang kita perlukan adalah bekerja keras dengan keyakinan penuh bahwa Indonesia sebagai pasar besar tidak untuk dijual: 'not for sale!', kata Emil yang dalam setiap forum internasional dikenal sebagai salah satu ekonom peletak dasar pembangunan berkelanjutan.