Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara bersama GEM, perusahaan daur ulang baterai dan material asal China, akan berinvestasi untuk mengembangkan pusat pengolahan nikel di Indonesia.
Melansir Reuters, Rabu (27/8/2025), proyek tersebut akan memanfaatkan dana kelolaan senilai US$8,3 miliar atau setara Rp135 triliun yang tersedia untuk investasi pada 2025.
Proyek ini akan menandai langkah pertama Danantara masuk ke sektor nikel, sejalan dengan strategi pemerintah untuk mengembangkan ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) berbasis nikel di dalam negeri.
“Kami baru saja menandatangani perjanjian prinsip dengan GEM di China ... yang pada dasarnya akan menciptakan kawasan industri hijau,” kata Chief Investment Officer Danantara Pandu Sjahrir dalam wawancara dengan Reuters.
Pandu mengatakan, proyek ini akan menargetkan emisi karbon nol bersih (net-zero emission) dan beroperasi secara berkelanjutan.
“GEM melakukannya bersama Vale, EcoPro, dan juga Merdeka, serta kami,” katanya, merujuk pada produsen bahan baterai Korea Selatan EcoPro dan produsen nikel PT Vale Indonesia Tbk (INCO), serta PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA).
Baca Juga
Namun, Pandu enggan untuk menyebutkan angka investasi atau kapan proyek tersebut dapat mulai beroperasi.
Sementara itu, MDKA menyatakan tidak memiliki informasi yang dapat dibagikan ketika dimintai tanggapan oleh Reuters.
Lebih lanjut, Pandu mengatakan, Danantara akan mengelola dana investasi senilai Rp135 triliun pada tahun ini, di mana Rp70 triliun di antaranya berasal dari dividen BUMN.
Sisanya akan berasal dari penjualan Patriot Bond kepada perusahaan-perusahaan Indonesia dan pinjaman bank sindikasi senilai $10 miliar yang baru saja diperoleh.
Pandu mengklaim penerbitan Patriot Bond telah diterima dengan baik di kalangan perusahaan-perusahaan terkemuka Indonesia.
Sejumlah konglomerat, termasuk Prajogo Pangestu yang mengendalikan Barito Pacific Group, Garibaldi Thohir dari AlamTri Group, dan Franky Widjaja dari Sinar Mas Group, termasuk di antara mereka yang telah menyatakan minatnya, kata Pandu.
Juru bicara Franky Widjaja menolak berkomentar, sementara juru bicara dari yang lain tidak merespons permintaan komentar.
Patriot Bond atau Obligasi Patriot merupakan instrumen pembiayaan strategis yang disiapkan Danantara untuk menghimpun dana pembangunan, dengan konsep partisipasi sukarela dari kalangan pengusaha nasional.
Merujuk dokumen Danantara Indonesia Diaries yang diperoleh Bisnis, dana yang dihimpun dari penerbitan Patriot Bonds akan diinvestasikan ke dalam berbagai sektor, salah satunya transisi energi. Investasi itu bertujuan untuk mendorong produktivitas, menciptakan lapangan pekerjaan, dan melestarikan lingkungan.
Dalam dokumen resminya, Danantara mengakui bahwa kupon yang akan ditawarkan dalam Patriot Bond berada di bawah tingkat pasar. Adapun, menurut laporan Bloomberg, Danantara akan menggalang dana senilai US$3,1 miliar atau Rp50 triliun lewat penerbitan dua seri obligasi bertenor 5 dan 7 tahun dengan kupon 2%.
Pandu mengatakan, instrumen tersebut juga sebagian bersifat 'simbolis'. “Ini merupakan ajakan bagi komunitas bisnis untuk bersatu memberikan kontribusi bagi kemajuan kita,” ujarnya dalam wawancara dengan Reuters.
Dia mengimbuhkan, investasi yang tengah dipertimbangkan Danantara di luar negeri, antara lain penyediaan akomodasi haji bagi jemaah asal Indonesia di Arab Saudi, serta sektor hulu minyak dan gas di Amerika Serikat (AS).