Bisnis.com, PEKANBARU—Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Irsyal Yasman menyatakan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia disebabkan faktor yang kompleks dari aspek sosial, politik dan ekonomi.
“Jadi penyelesaiannya pun harus komprehensif dan kolaboratif multipihak," katanya dalam rilis yang diterima Bisnis.com, Jumat (11/03).
Irsyal menekankan tentang pentingnya kejelasan penguasaan lahan di tingkat tapak sebagai penanggung jawab pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Untuk itu, percepatan perizinan berbasis masyarakat di areal open acces pada kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan.
Untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan, menurut Isryal, anggota APHI terus bersiap. Selain berkolaborasi dengan masyarakat di tingkat tapak, APHI juga membangun sistem deteksi dini bekerjasama dengan Persatuan Sarjana Kehutanan. Peningkatan sarana dan prasarana untuk oengendalian kebakaram hutan juga sudah ditingkatkan.
Terkait pengenaan sanksi terhadap perusahaan yang dituduh terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan, Irsyal berharap pemerintah bisa mempercepat proses pencabutan sanksi.
"Pembekuan dan pengambilalihan lahan akan memperluas areal open acces dan meningkatkan konflik sosial. Peluang kebakaran akan makin besar dan pada akhirnya menurunkan kepercayaan perbankan," katanya.
Peneliti Cifor (pusat studi kehutanan internasional) Herry Purnomo mengungkapkan hasil risetnya di Riau menunjukan kebakaran, sebanyak 61% terjadi di areal open acces. Pelaku pembakaran adalah para petualang lahan dengan latar belakang yang beragam, termasuk unsur masyarakat.
Herry juga mengungkapkan, investor kelas menengah menjadi pihak yang paling rawan terlibat dalam pembakaran, karena kerap mengabaikan legalitas.
"Untuk melawan pembakaran maka perlu penguatan jaringan orang baik melawan institusi ilegal," katanya.
Indonesia kembali dihadapkan dengan masalah kebakaran hutan dan lahan pada tahun ini, karena beberapa wilayah di Sumatra sudah ditemukan titik api (hot spot). Berdasarkan laporan BMKG Pekanbaru, per 11 Maret 2013, ditemukan 36 titik api yang tersebar di Aceh (14 titik api), Sumatra Selatan (13 titik api), bengkulu (1 titik api), dan Riau (8 titik api).
Pemprov Riau bahkan sudah menetapkan status Siaga kebakaran hutan dan lahan 2016 sejak beberapa hari lalu.