Kabar24.com, DENPASAR - Desakan Koordinator Advokasi BPJS Watch Timbul Siregar agar pemda segera mengintegrasikan program jaminan kesehatan daerah ke jaminan kesehatan nasional belum dapat direalisasikan Pemprov Bali.
Rencana integrasi program jaminan kesehatan daerah (jamkesda) Bali yang dikenal dengan istilah Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM), ke dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan teradang "tembok tebal".
Kalangan DPRD Bali memutuskan integrasi jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) ke program nasional tidak perlu dilakukan pada 2017, meskipun sudah ditetapkan harus bergabung.
Legislatif mendukung agar JKBM tetap dianggarkan dalam APBD Bali 2017 atau dengan kata lain tidak perlu integrasi pada tahun depan. Keputusan itu dihasilkan dalam rapat dengar pendapat dengan BPJS Kesehatan Kadivre XI dan Dinas Kesehatan.
"Pengintegrasian kami menunggu tingkat regulasi BPJS, regulasi yang lebih baik baru kami integrasi. Percayalah kami mendukung program nasional ini," jelas Ketua Komisi IV DPRD Bali Nyoman Parta, Senin (27/6/2016).
Alhasil keputusan tersebut membuat roadmap integrasi JKBM kedalam JKN bernasib tidak jelas. Sementara, dalam undang-undang sudah sangat jelas ditekankan bahwa jamkesda harus terintegrasi dalam JKN yang dikelola BPJS Kesehatan.
Hingga kini dari total jumlah penduduk Bali 4,2 juta jiwa, sebanyak 2,08 juta atau 50,09% masih bergabung dalam JKBM. Adapun yang memilih JKN sudah mencapai 49,91% atau 2,07 juta jiwa. Jika belum terintegrasi, maka masih banyak warga enggan bergabung dengan BPJS Kesehatan dan membayar iuran.
Parta beralasan program JKBM terbukti memberikan manfaat sangat banyak bagi masyarakat, yakni kemudahan akses kesehatan dan gratis. Tidak seperti BPJS Kesehatan yang mewajibkan masyarakat membayar iuran yang dinilai memberatkan.
Selain itu, pelayanan JKN sangat rumit dan masih menimbulkan keluhan masyarakat. Menurutnya, ada 13 kelemahan program JKN yang membuat program JKBM tidak perlu dintegrasikan mulai 1 Januari 2017. Kelemahan itu seperti, kurangnya sosialisasi yang membuat peserta kebingungan, tempat pendaftaran terbatas, jumlah peserta BPJS tidak sebanding dengan fasilitas dan SDM di Bali.
Selain itu, masyarakat tidak memiliki KTP tidak dapat didaftarkan JKN, bayi yang lahir dari PBI tidak langsung menjadi PBI sehingga masih ditanggung JKBM, sistem rujuan belum optimal dan menyebabkan penumpunan di RS tertentu, hingga data PBI kurang valid dan menyusahkan pemda.
Masalah lainnya, kebijakan yang dikeluarkan BPJS sering berubah dan kurang disosialisasikan, pos pelayanan pendaftaran peserta JKN terbatas sehingga menyebabkan antrian panjang.
Lebih lanjut dijelaskan, pemahaman petugas kesehatan di lapangan masih kurang tentang ketentuan pelayanan yang ditanggung BPJS, masih dijumpai adanya cost sharing, dana BPJS lebih besar dimanfaatkan pada persoalan kuratif, serta upah buruh murah mempengaruhi kecilnya jaminan dana pensiun.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengakui hal ini menjadi masalah serius yang harus dibahas lebih lanjut. JKBM diakuinya mendapat dukungan dari pemerintah kabupaten dan kota se-Bali serta masyarakat Bali untuk tetap dilanjutkan.
Dia mengakui sulit menentukan keputusan sebagaimana masyarakat masih menghendaki berjalannya JKBM yang jauh lebih sederhana dan gampang sehingga masyarakat tidak sulit mendapatkan pelayanan. Di sisi lain, BPJS bukannya tidak bagus, tetapi diperkirakan karena masih agak baru, sehingga ada hal-hal yang masih perlu diperbaiki yakni mekanismenya.
"Jadi saya ini dilema, karena pemerintah itu kan harus bekerja berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria. Kami tidak bisa keluar dari norma, kalau keluar berarti saya yang salah, saya yang nantinya melanggar dan harus bertanggung jawab, tetapi pada dasarnya Pemprov setuju memperpanjang JKBM," paparnya.
Pastika menyatakan JKBM bukan tanpa kendala. Menurutnya, ada persoalan terkait telatnya kabupaten menyetorkan dana yang merupakan kewajiban sharing antara pemprov dan pemkab serta pemkot. Persentase dana sharing tersebut tergantung kemampuan kabupaten.
Semakin kaya kabupaten peserta JKBM semakin banyak dana sharing yang disetor, begitu pula sebaliknya semakin miskin semakin kecil dana yang disetor, dengan perbandingan berkisar 60% dari Provinsi dan 40% dari Kabupaten. Permasalahan muncul ketika Kabupaten yang belum memiliki dana belum bisa menyetorkan kewajiban dana sharing tersebut.
"Ada juga beberapa daerah yang mungkin dananya belum ada, belum mau menyetorkan kewajibannya. Tapi bukan berarti pelayanan harus dikurangi, masyarakat tetap dilayani seperti biasa," tekannya.
Padahal, sebenarnya tanggung jawab yang harus dijamin Pemprov Bali jika bergabung dengan Jamkesda hanyalah Rp200 miliar untuk biaya bagi PBI. Adapun jika harus melanjutkan JKBM, maka anggaran yang dikeluarkan mencapai Rp300 miliar.