Bisnis.com, JAKARTA - Pertamina EP Assert 4 Filed Cepu merencanakan pemasangan pintu portal penjagaan di jalur keluar masuk wilayah produksi sumur tua yang berada di wilayah operasional Wonocolo, Kecamatan Kedewan.
Sebagai sebuah destinasi wisata yang dicanangkan secara bersama oleh Pemkab Bojonegoro, SKK Migas, PT Pertamina EP dan Perum Perhutani, sudah selayaknya aset tersebut dijaga mengingat kegiatan pengangkutan dan pengolahan minyak illegal yang kembali marak, dan diduga dilakukan oleh oknum masyarakat yang bukan penduduk Wonocolo / Kedewan.
Maraknya penjualan minyak ilegal itu bukan hanya bertentangan dengan semangat Pemkab Bojonegoro menjadikan kawasan sumur tua itu sebagai destinasi wisata dan cagar budaya, tetapi juga mengancam keberlangsungan penambangan minyak tradisional yang dilakukan warga lokal.
Secara matematika ekonomi dari sisi pendapatan daerah dari produksi migas, sudah jelas bahwa kegiatan pemroduksian minyak bumi, pengangkutan dan pengolahan secara illegal ini, sangat merugikan negara dan Bojonegoro sebagai daerah penghasil migas, karena tidak ada pemasukan daerah dari pajak migas.
Sesuai amanat UU Ni.22/2001 dan Peraturan Pemerintah No.35/2014 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas bahwa semestinya, kegiatan pengelolaan (meliputi pemroduksian, pengangkutan dan pengolahan) hanya dapat dilaksanakan oleh Pertamina.
“Kami akan segera melakukan sosialisasi pada masyarakat dan penambang ikwal rencana pemasangan portal di pintu keluar masuk kawasan sumur tua. Kami masih melakukan koordinasidengan aparat keamanan Kepolisian & TNI, Polhukan dan Pemkab Bojonegoro,” kata Field Manager Pertamina EP Asset 4 Field Cepu Agus Amperianto dalam siarn pers, Selasa (06/09/2016).
Bagaimanapun, Agus belum bersedia mengungkap kapan persisnya rencananya pemasangan portal akan dilakukan. Mantan Humas Pertamina EP itu hanya memastikan portal itu nantinya akan dilengkapi pos yang dijaga unsur pengamanan internal Pertamina yang diperkuat aparat kepolisian dan TNI.
Di pos jaga ini, lanjut Agus, akan ada kegiatan petugas yang akan memonitor arus keluar masuk kendaraan ke daerah wisata, dan menarik retribusi bagi wisatawan yang berkunjung ke wilayah Desa Wisata dan Museum Migas Petroleum Geoheritage Wonocolo.
Hasil retribusi ini diharapkan bisa dimanfaatkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur yang menopang posisi wilayah sumur tua sebagai sebuah destinasi wisata, berbasis kegiatan ‘outbond’.
“Jadi keberadaan pos penjagaan tersebut nantinya, selain mencegah dan mengantisipasi penjualan minyak secara ilegal dari wilayah sumur tua Kedewan, tetapi juga bisa menetapkan retribusi bagi para wisatawan. Di pos jaga itu wisatawan bisa diberikan pemahaman terkait asal-usul minyak bumi dan disebari kuisioner untuk bisa memberikan perhatian & kesan hingga saran, untuk perkembangan wisata Geo Heritage Wonocolo ke depan, sehingga layak terus dikembangkan,” tegasnya.
Agus mengaku bahwa pada pertengahan Agustus 2016 sudah dilakukan uji coba pemasangan portal untuk mencegah keluarnya minyak dari wilayah sumur tua secara illegal, dengan tujuan pengukuran dimensi & pemilihan bahan, dan akan dipasang segera setelah sosialisasi dilakukan.
“Kelompok warga atau masyarakat yang tidak setuju dengan rencana pemasangan portal dan pos jaga ini pasti bukan berasal dari penduduk asli Wonocolo / Kedewan. Kalau warga asli pasti sadar dan menjaga arti penting wilayah sumur tua Wonocolo sebagai destinasi wisata yang harus tertib, ramah, bersih, nyaman dan lingkungan yang baik memenuhi aspek Sapta Pesona Wisata. Kalau upaya penertiban dan penataan daerah ini tidak coba untuk dilakukan, bagaimana wisatawan mau datang?,” tambah Agus.
Agus memaparkan Desa Wisata Petroleum Geoheritage Wonocolo yang diresmikan pada April 2016 lalu oleh Bupati Bojonegoro memiliki sederet daya tarik selain sejarah panjang perminyakan yang sudah lama melekat dan bahkan menjadi budaya masyarakatny sejak tahun 1896.
“Usia kawasan sumur tua ini sudah 120 tahun. Jika dikelola dengan benar, khususnya memperhatikan aspek sapta pesona, akan banyak potensi yang bisa dioptimalkan dari Wonocolo, yang akan memberikan nilai tambah dan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat asli Desa Wonocolo,” jelasnya.
Di pihak lain, lanjut Agus, dengan usia penambangan yang sudah memasuki 120 tahun, penambangan minyak tradisional terbatas di Wonocolo ini punya keterbatasan jika diekploitasi tanpa batas dan tanpa mengindahkan aspek keselematan dan kelestraian lingkungan.
“Sudah menjadi hukum alam, minyak di perut bumi jika ditambang setiap hari, cepat atau lambat akan habis. Karena itulah butuh kerjasama agar saat minyak habis, masyarakat Desa Wonocolo tidak akan kesulitan karena sektor wisata menawarkan kesempatan yang menjanjikan,” katanya.