Bisnis.com, JAKARTA - Ekosistem mangrove di Indonesia terus mengalami degradasi akibat alih fungsi lahan. Dibutuhkan peran serta seluruh pihak untuk menanggulanginya.
Direktur Konservasi Tanah dan Air, Dirjen BPDAS-PS Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan M. Firman mengatakan, saat ini luas mangrove di dunia 15 juta hektar. Di Indonesia terdapat 3,4 juta hektare, namun 1,8 juta atau 54% di antaranya mengalami degradasi.
“Berbagai kepentingan seperti tambak, pemukiman, perkebunan, industri dan infrastruktur pelabuhan, seringkali mengorbankan keberadaan mangrove,” ujarnya, dalam rilis yang diterima Jumat (2/6/2017).
Meski begitu, sebagai negara yang memiliki ekosistem mangrove terluas di dunia, Indonesia terus berupaya menjaga kelestarian hutan mangrovenya.
Menurut dia, saat ini, dibutuhkan rehabilitasi mangrove secara terus-menerus minimal 50.000 hektare setiap tahun. Sayangnya kemampuan anggaran pemerintah hanya sekitar 500 hektare setiap tahun.
Dia menekankan pentingnya merehabilitasi dan mempertahankan mangrove. Dia menjelaskan, mangrove adalah benteng alami dari abrasi. Bahkan bencana tsunami bisa diredakan jika vegetasi mangrove terjaga baik.
Baca Juga
Secara ekonomi, mangrove juga menjadi lokasi pemijahan berbagai satwa komersial seperti ikan, udang, dan kepiting.
“Mangrove juga menyimpan karbon lebih banyak daripada hutan daratan. Sehingga perannya pada mitigasi perubahan iklim global sangat penting,” katanya.
Dalam merehabilitasi kawasan mangrove, KLHK memberikan bantuan 25.000 bibit ke per kelompok tani atau masyarakat dalam setahun. Pembagian bibit ini pun harus bergilir bagi kelompok tani yang berbeda.
Di tengah keterbatasan anggaran, pihaknya menjalin kerjasama dengan berbagai pihak untuk melaksanakan RHL. Termasuk dengan BUMN dan swasta yang punya program CSR.
“Sudah ada beberapa kerjasama penanaman pohon dengan BUMN dan swasta. Ini akan kami terus tingkatkan untuk mendukung program RHL,” katanya.
Selain mengajak keterlibatan pihak swasta, Muhajir mengaku diperlukan sosialisasi untuk mengubah pola pikir masyarakat yang harus terus diingatkan bahwa menanam dan menjaga lingkungan penting artinya bagi kehidupan generasi anak-cucu kelak.
Sementara itu, Syarifuddin bersama Kelompok Tani Sumur bergerak tanpa pamrih, merehabilitasi mangrove di Delta Takalar, Kelurahan Takalar, Kecamatan Mappakasunggu, Kota Takalar, Sulawesi Selatan. melakukan penanaman mangrove secara swadaya.
Jika ditotal, Syarifuddin sudah mengeluarkan dana sekitar setengah miliar rupiah untuk menghijaukan delta Takalar. Jumlah tersebut lebih efisien, bila dibandingkan dengan standar biaya untuk penanaman mangrove pada proyek-proyek pemerintah, yang nilainya bisa lebih dari Rp3 miliar.
Perjuangan yang dilakukan menuai hasil. Kini hutan mangrove di delta Takalar sudah mencapai 30 hektare. Mangrove berbagai jenis, mulai dari Rhizopora, Apicena, Bruguera, dan jenis lain telah tumbuh setinggi lebih dari dua meter.
Sejumlah penghargaan, sudah diterima Syarifuddin maupun kelompok tani Sumur sebagai bukti jerih payah yang dilakukan.
Syarifuddin menuturkan, sejauh ini dirinya baru dua kali mendapat dukungan langsung penanaman mangrove lewat program Kebun Bibit Rakyat (KBR).
Mengajak Peran Serta Swasta
KLHK sendiri terus melakukan berbagai upaya dalam pengelolaan hutan mangrove dan pantai, seperti Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) mangrove dan kerjasama dengan sektor swasta. RHL mangrove yang telah terealisasi pada tahun 2010-2014 sebesar 31.675 hektar.
Sedangkan di 2015 – 2019 rehabilitasi mangrove dialokasikan seluas 2000 hektar, dengan asumsi 400 hektar/tahun.
Sementara itu, pola kemitraan juga terus didorong untuk dapat mengoptimalkan rehabilitasi mangrove, yang kian tahun terus terkendala keterbatasan anggaran.