Bisnis.com, JAKARTA – Industri pengolahan rajungan mengaku produksi mereka tak terganggu oleh pengetatan penangkapan dan ekspor komoditas itu oleh pemerintah sejak 2015.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI) Hawis Madduppa mengatakan perusahaan-perusahaan yang bergabung dalam asosiasi sudah menerapkan ketentuan tentang lebar karapas dan berat minimum serta tidak boleh bertelur bagi bahan baku yang masuk ke pabrik sejak 2010 alias lima tahun sebelum pemerintah membuat aturan.
“Jadi, kami tidak kaget,” katanya saat dihubungi, Senin (12/6/2017).
Penerapan syarat bahan baku itu menurutnya justru menguntungkan perusahaan. Dengan lebar karapas di atas 10 cm, berat di atas 60 gram, pabrik akan memperoleh jumbo (bagian daging rajungan bermutu super yang terletak di bagian perut dan berhubungan dengan kaki renang) yang banyak. Pabrik-pabrik milik perusahaan anggota APRI menetapkan standar jumbo 15% dari total daging rajungan.
APRI saat ini beranggotakan 16 perusahaan yang mengoperasikan 32 pabrik tersebar di Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi. Seluruh pabrik itu berkapasitas terpasang 20.000 ton per tahun dengan utilitas 75%.
Seluruh hasil produksi berupa daging rajungan kaleng diekspor, dengan pasar utama Amerika Serikat yang menyerap 70% volume pengapalan. Adapun 30% sisanya dikapalkan ke Eropa dan Asia.