Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat : Transportasi Online Tak Selamanya Bisa Murah

Ada yang salah kaprah dengan transportasi berbasis aplikasi.
Aplikasi taksi daring/Antara
Aplikasi taksi daring/Antara

Bisnis.com, JAKARTA -- Pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno mengatakan ada yang salah kaprah dengan transportasi berbasis aplikasi.

"Seolah murah, memang murah diawal operasi, tapi tidak menjamin murah selamanya," kata Djoko kepada Bisnis, Rabu (12/7).

Pasalnya, keberadaan transportasi berbasis aplikasi sebagai jawaban kebutuhan warga yang haus layanan murah, cepat dan mudah. Namun belum tentu ada jaminan keselamatan, keamanan dan kenyamanan.

Maka, untuk menjamin adanya rasa selamat, aman, nyaman dijabarkan dalam Standar Pelayanan Minimal atau SPM.

Penyelenggaraan transportasi umum tidak dalam trayek sudah diatur dalam Permenhub Nomor 28 / 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 46 / 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

"Dalam SPM tersebut mencakup aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan," ungkapnya.

Ke enam aspek tersebut, sebagian besar sebenarnya tidak dapat dipenuhi oleh operator taksi berbasis aplikasi. Artinya, kata Djoko, ini berpotensi merugikan konsumen jika terjadi sesuatu.

Misalnya, pengemudi dalam kondisi sehat fisik dan mental. Bagaimana operator taksi berbasis aplikasi mengetahui dan memastikan untuk menyatakan pengemudinya dalam kondisi sehat fisik dan mental. Hal ini dikarenakan tidak ada pertemuan fisik.

"Belum lagi waktu kerja pengemudi maksimal 8 jam sehari yang selanjutnya dikondisikan oleh operator taksi dengan sistem 2-1 untuk pengemudinya, yaitu 2 hari kerja dan 1 hari istirahat," jelas Djoko.

Dia menyebut masih banyak lagi item lain yang tertera dalam Permenhub yang tidak bisa dilakukan taksi berbasis aplikasi.

"Sebenarnya, on line itu hanya sistem. Sebaiknya, taksi resmi memanfaatkan sistem tersebut, bukan pemerintah membiarkan taksi berbasis aplikasi jadi operator," jelasnya.

Djoko memastikan, kelak di kemudian hari akan banuak masalah dan akhirnya pemerintah pula yang disalahkan karena sudah memberikan izin pengoperasian. Dia mengambil contoh, masalah saat ini muncul dari konsumen dan mitra pengemudi.

"Driver. termasuk online, idealnya adalah profesi pekerjaan, bukan kerja sambilan. Padanya melekat kecakapan mengemudi plus paham teknik permesinan kendaraan bukan asal kendarai. Karena profesi maka harus beretika," tegasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper