Bisnis.com, JAKARTA—Pabrikan kaca terus menunggu penurunan harga gas industri guna menekan ongkos produksi.
Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan mengatakan dengan belum turunnya harga gas bumi, industri kaca nasional tidak memiliki daya saing dengan produk luar negeri yang menikmati harga gas lebih rendah.
"Deindustrialisasi kaca lembaran saat ini terjadi, yaitu dengan tidak diperbaharuinya satu tungku di dalam negeri," katanya kepada Bisnis.com, Selasa (22/8/2017).
Yustinus menjelaskan satu pabrik kaca lembaran yang berhenti produksi tersebut berlokasi di Jawa Tengah. Pabrik ini menghentikan produksinya karena umur teknis berakhir dan belum berencana untuk membangun tungku baru dengan kondisi harga gas yang masih tinggi.
Untuk industri kaca, harga gas sangat menentukan efisiensi karena menyumbang 20% hingga 25% dari total biaya produksi. Dengan berhentinya satu pabrik di Jateng ini, kapasitas produksi kaca nasional turun menjadi 1,225 juta ton per tahun dari sebelumya sekitar 1,5 juta ton per tahun.
Sebelumnya, produksi kaca sempat terganggu terakhir karena tersendatnya pengiriman pasir silika domestik dari Bangka Belitung. Pasokan tersendat menyusul adanya penertiban usaha pertambangan oleh Pemda Babel.
Pabrikan kaca domestik cenderung menyerap pasir silika dari lokasi sentra penambangan di Bangka Belitung sebab kualitas pasir silika dari lokasi itu jauh lebih baik dari daerah lain. Defisit pasokan pasir silika mencapai 50.000 ton selama penertiban IUP. Persoalan kelangkaan bahan baku sudah direspons Kementerian Perindustrian. Hasilnya, pemerintah daerah setempat melakukan moratorium atau penundaan terhadap penertiban izin penambangan pasir silika agar tak mengganggu kegiatan produksi pabrikan kaca.