Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom dan pelaku usaha menyatakan kekhawatiran terkait kebijakan regulasi larangan dan pembatasan (lartas) impor yang termasuk komoditas utama bahan baku industri seperti jagung, tembakau dan garam.
Ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menyatakan, ada kesalahan paradigma yang cukup luas dan dalam pengelolaan regulasi untuk bahan baku impor di Indonesia.
Yose menyampaikan, dalam industri pengolahan, besar kemungkinan apabila semakin tinggi konten impor maka semakin tinggi pula nilai ekspor. “Ini perlu ada perubahan paradigma bahwa impor itu jelek. Impor itu adalah bagian dari produksi, saat ini kita tidak bisa menempatkan impor itu jelek", ungkapnya dalam sebuah diskusi, Kamis (24/8/2017).
Adapun, Benny Wahyudi dari Asosasi Gula Rafinasi menyampaikan bahwa ketersediannya bahan baku sangat penting bagi keberlanjutan. Ketersediaan bahan baku, lanjutnya, juga sangat menentukan bagi pertumbuhan industri manufaktur.
Senada dengan Benny, Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Hasan Aoni Aziz meminta pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh mengenai regulasi importasi bahan baku.
“Seluruh regulasi yang mengatur soal industri harus mengedepankan soal reward bukan punishment, regulasi harus menyesuaikan tingkah laku konsumen,” ujar Hasan Aoni.
Di sisi lain, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang menyebutkan hubungan petani dan industri harus sinergis. Pasalnya, lanjut Bambang, kebijakan impor bertujuan untuk melindungi petani dan produsen negara agraris.
Adapun, dia menambahkan lartas bertujuan untuk mencari titik temu keseimbangan. “Apabila ada jenis yang belum mampu diproduksi, monggo diimpor,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian Atong Soekirman mengatakan Pemerintah selalu berupaya melakukan konsultasi dan menyerap masukan dari pelaku industri sebelum menelurkan regulasi.
Terlebih, tuturnya, regulasi tersebut terkait bahan baku industri. "Tanpa dukungan bahan baku yang memadai, hal ini bisa berdampak pada penurunan daya saing industri," katanya.