Bisnis.com, JAKARTA - Industri kaca nasional berencana untuk membangkitkan kembali pabrik yang telah berhenti berproduksi sejak Maret 2017 karena menimbang potensi pasarnya.
Yustinus Gunawan, Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP), menjelaskan sedang berupaya untuk menghidupkan kembali pabrik kaca yang merupakan anggota dari AKLP.
Pabrikan kaca tersebut adalah PT Tossa Shakti (Tossa) di Kendal, Jawa Tengah yang memutuskan untuk berhenti produksi pada akhir kuartal I/2017.
“Pabrikan berhenti karena terus mengalami kerugian akibat ongkos produksi terus membengkak dan penjualannya terganggu impor,” kata Yustinus kepada Bisnis, Selasa (17/10/017).
Menurutnya, Tossa pasti akan bangkit karena memiliki beberapa faktor, yakni pabrikan dekat dengan market, sumber daya alam dan manusia tersedia, serta aset yang dimiliki masih berfungsi dengan layak.
Dia menambahkan jika dalam rapat terakhir AKLP yang dilakukan pada pekan lalu membahas tentang rencana overhaul di pabrikan Tossa.
“Karyawan Tossa sebagian dirumahkan, pekerja yang lain tetap dipekerjakan untuk membantu produksi dari divisi lain Tossa,” ujarnya.
Dia menambahkan jika ada investasi asing atau dalam negeri akan bermain di sektor kaca maka yang pertama kali dibidik adalah meneruskan bisnis Tossa. Akan tetapi, dalam upaya membangun kembali pabrikan Tossa hanya diperlukan satu syarat penting, yakni penurunan harga gas.
Seperti yang diketahui, harga gas untuk kebutuhan industri kaca nasional berada pada kisaran US$9,2 per MMBtu. Tarif gas yang terbilang lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia yang hanya mencapai US$5,5 per MMBtu membuat pabrikan lokal tidak memiliki daya saing di pasaran.
“Investor sedang dalam tahaop wait and see karena sektor kaca masih menghadapi kesulitan dalam menghadapi ongkos produksi yang disumbangkan terbesar dari tarif energi gas,” imbuhnya.
Yustinus menjelaskan jika tarif gas memberikan pengaruh dalam berbagai aspek, yakni daya saing di pasaran, ongkos produksi, dan investasi. Penurunan gas akan berdampak pada peningkatan daya saing terhadap produk China dan Malaysia.
Selain itu, dengan ongkos produksi yang lebih murah maka keberlangsungan bisnis akan lancar karena supply chain menjadi tidak terganggu. Terakhir, investasi akan terus berdatangan ke sektor kaca menilai dari jumlah kebutuhan kaca nasional masih tinggi dan sebagian besar kini di dominasi oleh impor.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekpor kaca pada periode Januari—Agustus 2017 mencapai 360.619 ton. Jumlah tersebut terhitung menurun dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya yang mencapai 408.493 ton atau turun sebanyak 11,72%.
Sementara itu, BPS mencatat impor kaca naik sebesar 19,02% pada periode Januari—Juli 2017 dibandingkan dengan tahun lalu. Pada tujuh bulan pertama tahun ini impor kaca dan barang kaca meningkat menjadi 292.393 ton dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 223.273 ton.