Bisnis.com, TANGERANG -- PT Polymindo Permata, pemilik merek material inovatif Viro membidik pangsa pasar industri pariwisata untuk menggencarkan produk desain interior tradisional Indonesia.
Executive Vice President PT Polymindo Permata, Johan Yang mengatakan saat ini tren industri tengah mengarah ke industri pariwisata. Melihat tantangan itu, Viro pun menyediakan lebih banyak produk interior dengan tema tropical resort. Oleh sebab itu, mayoritas pangsa pasar Viro adalah pengusaha resort dan properti dengan mekanisme kerjasama business to business (B to B).
"Viro ini sangat dekat dengan industri pariwisata. Main market kita adalah tropical resort. Itu permanen. Di Indonesia untuk develop ini kita harus bisa menjangkau lebih dari 16.000 pulau," jelas Johan di Hotel Santika Premier, BSD City, Kamis (3/5/2018).
Meskipun begitu, Johan tak menampik bahwa Viro akan mengoptimalisasi penjualan tidak hanya dengan mekanisme B to B, tetapi juga B to C alias Business to Customer. Untuk mencapai hal tersebut, Viro memulai kerja sama dengan ritel dan online shopping.
"Misalnya di Shopee, kita ada develop B to B ada juga develop B to C. Sebab B to C adalah market yang mau kita dorong lebih besar, kami ingin mendorong solusi. Pertumbuhan bisa high double digit untuk B to C," terang Johan.
Salah satu yang dipamerkan oleh Viro pada IndoBuildTech 2018 adalah Gazebo Panjang yang mengombinasikan rumah panggung, atap alang-alang, dinding anyaman, dan metode rancang bangun archineering. Ada pun arsitek pada kreasi ini adalah Dani Hermawan.
Baca Juga
"Selain fleksibel, material ini juga memiliki usia pakai yang tahan lama, tahan segala cuaca, dan tidak mudah terbakar," sambungnya.
Johan menyebut proyek pertama Viro menggunakan metode archineering adalah pembuatan dinding samping alias escalator wall di Hotel Aloft, Kuala Lumpur Sentral, Malaysia. Johan menegaskan produk-produk Viro adalah interior yang ramah lingkungan, dengan umumny menggunakan serat eco-faux.
Selain itu, Viro juga menampilkan kesenian produk Indonesia lain misalnya ada Tameng dari ukiran khas Dayak, Kalimantan Barat. Ada pula Tameng Baduy, dengan motif dan warna yang ditemukan dari buatan asli suku Baduy.
"Karena pabrik kita ini ada di Banten kita adopsi budaya terdekat kita. Lalu ada juga Tifa dari Papua," papar Johan.