Bisnis.com, JAKARTA -- Walaupun saat ini produk kaca lembaran dalam negeri dinilai kurang bersaing dengan produk luar karena harga gas yang mahal, produsen lokal harus tetap melakukan ekspor demi tingkat utilisasi.
Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan mengatakan kaca lembaran harus diekspor supaya mencapai tingkat utilisasi semaksimal mungkin dan agar tungku tetap beroperasi penuh.
"Suhu tungku harus tetap dalam panas tinggi sekitar 1.650 derajat Celcius, non stop selama belasan tahun umur produksinya. Kalau panas turun, maka struktur tungku yang terdiri dari batu tahan api akan runtuh," terangnya, Rabu (29/8/2018).
Selain alasan teknis produksi, keharusan ekspor kaca juga bertujuan supaya mendapatkan devisa untuk membeli bahan baku berupa soda ash. Bahan baku ini belum diproduksi di dalam negeri sehingga harus diimpor.
Yustinus menyebut porsi produk yang diekspor saat ini sekitar 30%-40% dari kapasitas terpasang yang sebesar 1,225 juta ton.
"Kebutuhan dalam negeri 750.000 ton per tahun," ungkapnya.
AKLP menekankan daya saing industri dalam negeri harus ditingkatkan supaya bisa bersaing dengan produk impor dan mampu menembus pasar ekspor. Salah satunya dengan penurunan harga gas untuk industri oleh pemerintah.
Penurunan harga gas untuk industri diyakini bakal membuat industri lebih bergairah. Asosiasi juga sudah mengirimkan surat kepada Menteri Perindustrian agar produk kaca lembaran dimasukkan ke dalam daftar 500 komoditas yang impornya dikendalikan.
Yustinus menuturkan surat tersebut telah disampaikan pada 15 Agustus 2018. Dalam surat itu, AKLP mengajukan permohonan agar impor kaca lembaran yang terbagi dalam 9 HS number dikenakan pajak penghasilan (PPh) sebesar 7,5% sebagai salah satu usaha untuk menekan laju impor, mengejar pertumbuhan ekonomi di atas 5%, dan mencegah defisit neraca transaksi berjalan terus melebar.
Selama dua tahun terakhir, impor kaca lembaran menunjukkan lonjakan yang signifikan. Pada 2016, pertumbuhannya mencapai 39% dan tahun lalu bahkan menembus 85%.
"Kami juga telah mengusulkan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk dua produk, yaitu kaca isolasi dan kaca pengaman untuk bangunan ke Kementerian Perindustrian untuk melindungi produk lokal dari produk impor. Harapannya bisa diterapkan tahun ini. Lebih cepat, lebih baik," ujarnya.
SNI wajib telah diterapkan untuk beberapa produk kaca lainnya, yaitu kaca pengaman untuk otomotif, kaca cermin, dan kaca lembaran. Menurut AKLP, penerapan SNI wajib efektif tidak hanya menekan impor, tetapi juga membuat persaingan dalam negeri menjadi lebih sehat.