Bisnis.com, JAKARTA--Konsumsi urea dalam negeri hingga akhir tahun ini diperkirakan tidak banyak berubah dari realisasi 2017 .
Dadang Heru Kodri, Sekretaris Jendral Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI), mengatakan serapan pupuk dalam negeri akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Untuk pupuk subsidi, antara lain dipengaruhi oleh musim, pagu anggaran subsidi, dan harga gabah, sedangkan untuk pupuk non subsidi dipengaruhi oleh musim, harga komoditas, dan harga urea.
Dari sisi pabrik, produksi sepanjang tahun yang sesuai jadwal rencana dan suplai gas yang lancar juga mempengaruhi serapan urea dalam negeri.
"Untuk 2018 mendekati sama atau bisa sedikit lebih rendah karena kebijakan pemerintah untuk subsidi juga masih sama," ujarnya Minggu (9/9/2018).
Berdasarkan data konsumsi pupuk APPI, sepanjang periode Januari-Juni 2018, konsumsi urea tercatat 2,92 juta ton. Sementara itu, sepanjang 2017 tercatat sebesar 5,97 juta ton, atau tertinggi sejak 2007.
Pupuk urea merupakan jenis yang paling banyak diproduksi oleh oleh pabrikan nasional. Selain itu, pupuk urea juga tercatat sebagai produk yang paling banyak di konsumsi di dalam negeri.
Pemerintah mengalokasikan pupuk bersubsidi tahun anggaran 2018 sebesar 9,55 juta ton dengan rincian pupuk Urea mencapai angka 4,1 juta ton, SP 36 sebesar 850.000 ton, ZA 1,05 juta ton, NPK 2,55 juta ton, dan pupuk organik sebesar satu juta ton. Jumlah alokasi pupuk bersubsidi pada 2018 masih sama dengan yang dialokasikan pada tahun sebelumnya.
Dari sisi pasokan, data APPI menunjukkan sepanjang semester I/2018 produksi urea dalam negeri tercatat sebesar 3,73 juta ton. Apabila dijumlahkan dengan urea yang diekspor sebesar 377.233 ton, total serapan urea sebesar 3,30 juta ton.
Sementara itu, Wijaya Laksana, Kepala Corporate Communication PT Pupuk Indonesia (Persero), menuturkan konsumsi urea dalam negeri, baik sektor subsidi maupun non subsidi diproyeksikan masih relatif stabil hingga akhir tahun ini. Untuk sektor subsidi, Pupuk Indonesia memproyeksikan serapan urea sepanjang 2018 sebesar 4,1 juta ton, sedangkan untuk non subsidi sebesar 2,1 juta ton.
Namun, melihat realisasi serapan urea Pupuk Indonesia di sektor perkebunan dan industri hingga Agustus 2018 yang lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, Wijaya menuturkan angka proyeksi tersebut bisa saja lebih tinggi lagi, walaupun tidak terlalu drastis.
"Pada 2017 itu sekitar 1,05 juta ton, sedangkan tahun ini sudah 1,19 juta ton," jelasnya.
Adapun, dia menyebutkan peningkatan tersebut disebabkan penetrasi pasar yang lebih baik serta upaya efisiensi untuk menekan biaya produksi sehingga harga pupuk perseroab bisa lebih bersaing dengan produk impor. Efisiensi yang dilakukan Pupuk Indonesia antara lain di sisi biaya distribusi dengan sinergi anak-anak perusahaan dan konsumsi gas melalui peningkatan reliabilitas pabrik.