Bisnis.com, JAKARTA--Di tengah ketidakpastian ekonomi, World Bank atau Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan perekonomian Indonesia pada tahun ini akan tetap stabil di kisaran 5,2%.
Proyeksi ini tidak berubah dari proyeksi terakhir yang dirilis World Bank pada Juni 2018. Dalam laporan ekonomi kuartalan yang dirilis, Kamis (20/9), pertumbuhan ekonomi tahun ini masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga.
Chief Economies World Bank Frederico Gil Sander mengatakan, permintaan domestik diperkirakan berlanjut sebagai motor pertumbuhan ke depannya.
"Akselerasi kecil di dalam konsumsi rumah tangga diperkirakan akan tetap berlanjut seiring dengan inflasi yang stabil, kuatnya pasar tenaga kerja dan rendah suku bunga kredit di dalam negeri," ungkap Gil, Kamis (20/09/2018).
Selain itu, konsumsi pemerintah diperkirakan tetap kuat dengan pertumbuhan penerimaan yang mampu menciptakan ruang untuk konsolidasi fiskal dan tambahan belanja.
"Pertumbuhan investasi tetap kuat seiring dengan momentum investasi di sektor publik dan pertambangan dan bahkan ke depannya dengan berkurangnya ketidakpastian politik pasca Pilkada," ungkap Gil.
Sementara itu, World Bank melihat defisit transaksi berjalan Indonesia dapat mencapai 2,4% pada tahun ini.
Menurut Gil, defisit transaksi berjalan tidak selamanya buruk. Dalam konteks Indonesia, defisit transaksi berjalan lebih disebabkan oleh dua hal. Pertama, peningkatan harga minyak mentah. Kedua, peningkatan pertumbuhan impor bahan modal bagi kebutuhan investasi.
Faktor kedua, kata Gil, bukan sesuatu hal yang buruk karena Indonesia butuh pembangunan infrastruktur. Gap infrastruktur Indonesia cukup besar yakni US$1.5 triliun.
"Saat ini mungkin akan mengarah ke defisit transaksi berjalan, tetapi ke depannya ini akan meningkatkan kapasitas produksi ekonomi sehingga Indonesia bisa lebih banyak melakukan ekspor dan memproduksi barang sendiri hingga mengurangi impor," ujar Gil.
Menurutnya, kondisi defisit transaksi berjalan ini harus dilihat secara menyeluruh ke depannya.