Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Anggaran (Banggar) DPR RI akhirnya menyetujui usulan pemerintah untuk mengubah asumsi nilai tukar rupiah dari Rp14.500 menjadi Rp15.000 per dolar AS dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2019.
Keputusan yang disepakati kedua belah pihak tersebut merevisi kembali kesepakatan besaran nilai tukar rupiah pada asumsi dasar ekonomi makro pada RAPBN 2019 yang telah diputuskan sebelumnya sebesar Rp14.500 per dolar AS.
Pimpinan Rapat Banggar Said Abdullah mengatakan bahwa kesepakatan yang diambil baru sebatas besaran asumsi nilai tukar rupiah per dolar AS, sedangkan rincian postur RAPBN 2019 masih akan dibahas lebih lanjut pada rapat selanjutnya, Rabu (17/10/2018).
"Sesuai dengan usulan kawan kawan kita hanya menyetujui pada asumsi dasar ekonomi makro terkait nilai tukar rupiah ini saja, sedangkan posturnya kita akan lanjutkan besok jam sepuluh," tutur Said, Selasa (16/10).
Menurutnya, pembahasan terkait usulan perubahan asumsi dasar pada nilai tukar rupiah dalam RAPBN 2019 ini memang harus segera diputuskan pada pekan ini. Pasalnya, sesuai dengan jadwal, pekan depan sudah harus kembali di pembahasan tingkat komisi dan pada 29 Oktober 2018 harus sudah selesai semua.
Sementara itu, lanjut dia, untuk asumsi dasar ekonomi makro lainnya tetap sama seperti hasil keputusan di Rapat Panja A, yakni terkait pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% yoy, inflasi 3,5%, lalu tingkat bunga SPN 3 bulan sebesar 5,3%, harga minyak mentah Indonesia US$70 per barel, lifting minyak 775.000 barel per hari, lifting gas 1,25 juta barel setara minyak per hari, dan cost recovery 10,22%.
"Pesan untuk pemerintah, dana cadangan diprioritaskan untuk polhukam dan kesra," ujarnya.
Anggota Banggar DPR RI dari Fraksi PAN Abdul Hakam Naja mengatakan bahwa meskipun Banggar telah menyepakati adanya perubahan besaran nilai tukar rupiah pada asumsi dasar makro ekonomi RAPBN 2019 sebesar Rp15.000, tetapi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter masih harus memberikan penjelasan secara tertulis mengenai kalkulasi dan prediksi terkait perubahan asumsi nilai tukar tersebut.
"Dengan begitu kita bisa semakin yakin kenapa asumsi nilai tukarnya harus berubah sedemikian. Ini kan kita berkutat itu karena kita belum yakin," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa antara pemerintah dan DPR pada dasarnya memiliki keinginan yang sama untuk dapat segera menyelesaikan UU APBN 2019 sebagai instrumen fiskal Indonesia dalam menghadapai ketidakpastian global saat ini.
"APBN sebagai instrumen fiskal ini tidak seperti BI di mana beliau bisa setiap minggu atau bahkan harian bertemu untuk menyikapi pergerakan pasar dan menetapkan kebijakan moneter di mana Gubernur BI selalu bisa memilih kebijakan stabilisasi yakni suku bunga intervensi dan nilai tukar," ujarnya.