Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sedang mengkaji ulang tata kelola jagung baik produksi, kebutuhan dan sebarannya.
Deputi Menko Perekonomian Bidang Pangan dan Agribisnis Kemenko Ekonomi Musdalifah mengamini bahwa tanaman pangan seperti beras dan jagung kerap menjadi polemik ketersediaannya. Oleh sebab itu regulator sedang berupaya mengkaji lebih dalam perihal waktu produksi, sebaran dan kebutuhannya.
"Data itu yang kami bahas dan kami kaji lebih detail lagi. Ada masa dimana tidak ada jagung, pada waktu waktu tertentu kita harus sadari itu jadi kita harus menghitung kebutuhan industri itu berapa. dan kita lihat dia cukup tidak penyimpanannya untuk memenuhi pada masa tidak produksi," katanya, Kamis (14/1).
Menurutnya, konsumen itu terkonsentrasi di beberapa titik sentra peternakan atau pengolah pakan sedangkan produksi tersebar ada dimana-mana. Kemenko Perekonomian, lanjutnya, sedang bekerjasama dengan Bappenas untuk menghitung itu supaya pada periode 2020-2024 sudah ada data anyar yang bisa diandalkan.
"Iya dong kami sedang perbaiki. Bappenas sampaikan ada perbaikan cara menghitung dan lain-lain karena menggunakan satelit yang sudah tersedia tinggal kita manfaatkan saja. Kita musti harus familiar dengan teknologi itu," tegasnya.
Hal lain yang menjadi sorotan adalah logistik. Pasalnya selama ini sentra produksi tetap harus mengirim ke area Jawa yang menjadi sentra peternakan dan konsumsi pangan. Sementara perihal logistik selalu jadi masalah dan itu yang tengah coba dibenahi.
Selain itu, Musdalifah pun memperkirakan besar kemungkinan ada yang tercecer dari hasil produksi. Sebagai catatan surplus jagung tahun lalu berdasarkan data Kementerian Pertanian 14,5 juta ton.
"Ya mungkinkan pemenuhan kualitas dan lain-lain itu kan tidak semuanya bisa terpenuhi kemudian surus itu dalam bentuk jagung atau dalam bentuk lain. Jadi bukan hanya yang dihitung konsumsi untuk industri pakan industri pakan," katanya.