Bisnis.com, JAKARTA - Making Indonesia 4.0 menuntut pengembangan industri manufaktur agar lebih berdaya saing global di era digital untuk menjadikan Indonesia masuk 10 negara berperekonomian terkuat dunia pada 2030. Untuk itu, satu program prioritasnya adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) agar semakin kompeten.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar mengatakan, ada empat strategi yang akan dilakukan oleh Kemenperin untuk mendukung program pembangunan SDM industri kompeten khususnya pada 2019.
"Ada empat strategi," kata Haris di Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Pertama, membangun pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi menuju dual system yang diadopsi dari Swiss dan Jerman. Alokasi anggaran sebesar Rp1,78 triliun.
Saat ini, Kemenperin memiliki 9 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), 10 politeknik, dan 2 akademi komunitas. Unit pendidikan vokasi ini sudah link and match dengan industri, sehingga semua lulusan terserap kerja dengan waktu maksimal enam bulan setelah wisuda.
Kedua, pembangunan politeknik dan akademi komunitas di kawasan industri.
Kemenperin telah membangun Akademi Komunitas Tekstil di Solo, Politeknik Industri Logam di kawasan industri Morowali, Akademi Komunitas Industri Manufaktur di Bantaeng, dan Politeknik Industri Furnitur dan Pengolahan Kayu di Kawasan Industri Kendal.
Pada tahun ini, Kemenperin memfasilitasi pembangunan Politeknik Industri Petrokimia di Cilegon, Banten dan Politeknik Industri Agro di Lampung.
Ketiga, yaitu meluncurkan pendidikan vokasi link and match antara SMK dan industri. Program yang dimulai sejak 2017 ini telah menjangkau wilayah Jawa, Sumatera, hingga Sulawesi.
“Hingga tahap kesembilan, kami telah melibatkan sebanyak 2.350 SMK dan 899 perusahaan dengan total perjanjian kerja sama mencapai 4.351 yang telah ditandatangani. Program ini juga mendorong peningkatan kompetensi guru produktif dan fasilitasi silver expert untuk SMK,” tuturnya.
Keempat, pelaksanaan pelatihan industri berbasis kompetensi dengan sistem 3 in 1, yaitu pelatihan, sertifikasi kompetensi, dan penempatan kerja. Program ini dapat dimanfaatkan bagi para penyandang disabilitas.
"Melalui upaya Making Indonesia 4.0, kami akan merevitaslisasi sektor manufaktur dan diharapkan akan bisa meraih nilai net ekspor seperti pada 2000, yakni mencapai angka 10% terhadap PDB (produk domestik bruto), lalu meningkatkan produktivitas, dan membangun kemampuan inovasi lokal," terangnya.
Berdasarkan Making Indonesia 4.0, lima sektor manufaktur yang diprioritaskan pengembangannya dalam memasuki era revolusi industri 4.0, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, dan elektronika.
“Kelompok manufaktur ini mampu memberikan kontribusi sebesar 65% terhadap total ekspor, kemudian menyumbang 60% untuk PDB, dan 60% tenaga kerja industri ada di lima sektor tersebut,” ungkap Haris.