Apa sebenarnya yang membuat ODOL masih marak terjadi?
Dari sisi pelaku logistiknya, pemilik barang. Itu selalu bicara kalau bisa efisien kenapa harus mahal? Di Indonesia bila menyangkut sisi logistik tarifnya itu masih tawar menawar.
Kemudian dari sisi pemilik kendaraannya, operatornya itu, kadang-kadang mengikuti pasarnya, karena permintaannya itu kadang masih ingin yang lebih murah dan sebagainya sehingga suplainya masih truk-truk yang besar.
Dengan demikian, ODOL ini banyak sekali persoalannya. Masing-masing persoalan bisa ditangani oleh kementerian lembaga lain, atau bisa ditangani secara bersama-sama. Namun, dari sisi layer satunya saja yang bertanggung jawab untuk menangani ini dikatakan masih belum maksimal.
Lantas, bagaimana upaya perbaikannya?
Dari sisi pengawasan bermacam-macam, ada dari Kementerian Perhubungan dan kepolisian. Kalau di Kemenhub, dilakukan uji berkala di kabupaten-kabupaten, sedangkan kepolisian melakukan pengawasan di lapangan dan cek fisik dari STNK setiap 5 tahun sekali.
Selain itu, kami juga berupaya melakukan perbaikan, misalnya membuatkan aturan main tentang karoseri mobil dan sasis. Namun, kadang pengawasan masih enggak bagus sehingga masih terjadi kelebihan. Dengan demikian, kami harus perbaiki semuanya.
Untuk jembatan timbang, selama 2 tahun ini kami juga sudah benahi mulai dari memperbaiki sistemnya, kinerja SDM, dan transparansinya. Dengan demikian, kalau ada pelanggaran bisa langsung terlihat oleh para pengemudi.
Dari sisi fisiknya, jembatan timbang yang dulu terkesan gelap dan kusam juga coba kami ubah. Dengan perubahan fisik jembatan timbang, akan berpengaruh ke petugasnya. Kami akan fokus terhadap persoalan ini karena berdampak ke aspek ekonomi.
Oleh karena itu, saya harus berhati-hati, karena tidak bisa seperti membalik tangan. Semua harus ada tahapan-tahapannya, juga prioritasnya. Kami pasti akan melibatkan semua pihak.