Adakah rencana untuk menerbitkan regulasi baru terkait pengaturan ODOL?
Untuk regulasi belum ada rencana, karena sudah diatur di Undang-Undang No.22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Namun, kami berpikir untuk menyelesaikan masalah ODOL harus komprehensif. Tidak hanya di hulu, tetapi juga hilirnya, serta pengawasannya.
Berkaitan dengan pengawasan dan pengeagakan hukum UU No.22/2009, itu diatur denda maksimal hanya Rp500.000 untuk yang overloading. Kalau overloading-nya bisa mencapai dua kali lipat dari batas muatan aslinya, dengan denda hanya Rp500.000, atau kurang dari itu, tidak akan menimbulkan efek jera.
Oleh sebab itu, kami usulkan untuk ditambah atau mungkin dengan denda minimal. Misalnya, minimal Rp500.000, sehingga hakim bisa menjatuhkan lebih dari itu. Dengan cara itu, diharapkan bisa lebih memberikan efek jera.
Artinya, apakah UU tentang LLAJ bakal direvisi?
Usulan untuk revisi UU No.22/2009 sebenarnya sudah disampaikan ke DPR dan itu sudah masuk prioritas Komisi V DPR. Akan tetapi, mungkin pembahasannya baru dilakukan setelah kabinet baru dan legislatif baru.
Apa saja langkah strategis yang akan dijalankan untuk membenahi persoalan angkutan massal?
Belum lama ini saya ditanya terkait dengan pembatasan kendaraan oleh beberapa media, tetapi yang saya katakan itu pembatasan usia kendaraan untuk bus pariwisata, dan bus reguler. Kemudian ada yang bertanya soal truk bagaimana? Saya katakan hal itu perlu juga, tetapi berapa tahun batasan usianya ini harus dilakukan studi dahulu.
Kami tidak mau di kota-kota diwarnai dengan truk yang jalannya sudah miring-miring, tetapi masih dipelihara. Truk ini punya nilai ekonomis, sehingga kalau dibeli dengan kredit sekian tahun sudah bisa balik modal.
Kalau usianya sudah terlalu tua, perbandingan antara biaya perawatan dan hasil yang didapatkan juga bisa tidak seimbang. Bisa jadi biaya perawatannya lebih besar. Namun, terkait dengan persoalan ini kami perlu melakukan kajian terlebih dulu.