Bisnis.com, BOGOR -- Beberapa negara diketahui meregulasi kewajiban pengaktifan sistem identifikasi otomatis (AIS) pada kapal jauh sebelum Indonesia menerapkannya.
Di Amerika Serikat, regulasi AIS ditetapkan berdasarkan Code of Federal Regulation. Sama seperti Indonesia, regulasi itu berupa kewajiban untuk memasang dan mengaktifkan AIS.
"AIS Kelas A untuk kapal Solas. AIS Kelas B untuk kapal NCVS [nonkonvensi] dan fishing industry vessel," kata Kasubdit Telekomunikasi Pelayaran Direktorat Kenavigasian Ditjen Perhubungan Laut, Dian Nurdiana, dalam sosialisasi kewajiban pengaktifan AIS pada kapal di Sentul, Bogor, Kamis (1/8/2019).
Di Singapura, sambung dia, kewajiban untuk memasang dan mengaktifkan AIS ditetapkan berdasarkan Maritime and Port Authority (Port) Regulation.
Di Negeri Merlion itu, AIS Kelas A wajib dipasang dan dinyalakan oleh kapal Solas. Adapun kapal NCVS, power driven harbour, dan pleasure craft, harus memasang dan mengaktifkan AIS Kelas B dan electronic chart system.
"Sanksinya berupa detention dan denda hingga 20.000 dolar Singapura," kata Dian.
Baca Juga
Di Indonesia, kewajiban menyalakan AIS dilatarbelakangi kebutuhan untuk mendukung implementasi penetapan skema pemisahan alur (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok. Pasalnya, perhatian utama kapal-kapal asing yang melintas adalah terkait pengaturan penggunaan dan pengaktifan terhadap kapal non-Solas.
Selain itu, untuk mempermudah pengawasan terhadap tindakan-tindakan ilegal, seperti penyelundupan dan illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing.
Alasan lain kewajiban menyalakan AIS adalah untuk mempermudah kegiatan SAR dan investigasi apabila terjadi kecelakaan kapal karena lokasi dan pergerakan kapal dapat terdeteksi
Maksud selanjutnya adalah untuk mempermudah monitoring pergerakan kapal-kapal di alur pelabuhan dan alur strategis lainnya, seperti alur laut kepulauan Indonesia.
"Secara umum, regulasi AIS di Indonesia untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan pelayaran," kata Dian.