Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan bahwa saat ini terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran, khususnya untuk sektor manufaktur.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Partai Buruh dan KSPI, tercatat sedikitnya 60.000 buruh telah mengalami PHK dari 50 perusahaan. Bahkan, dalam dua bulan pertama 2025 saja, jumlah buruh yang terkena PHK terus meningkat secara signifikan.
Berbagai faktor menyebabkan PHK ini, mulai dari perusahaan yang dinyatakan pailit, kebijakan efisiensi dan pengurangan karyawan, hingga relokasi pabrik ke negara lain seperti China dan Jepang.
“Jadi total perusahaaan yang melakukan PHK buruh pada Januari—Februari 2025 ada 50 perusahaan dengan jumlah buruh yang terkena PHK mencapai 60.000,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (16/3/2025).
Sebelumnya, pada Sabtu (15/3/2025) Said mengatakan bahwa sebanyak 49.843 pekerja telah kehilangan pekerjaan mereka akibat berbagai faktor, seperti efisiensi, pailit, hingga relokasi perusahaan ke luar negeri.
Puluhan perusahaan dari berbagai sektor, terutama manufaktur, tekstil, dan industri elektronik, terpaksa melakukan PHK massal. Beberapa perusahaan besar yang mengalami kebangkrutan meliputi PT Sritex di Sukoharjo dengan total 10.665 pekerja yang terkena dampak, serta PT Karya Mitra Budi Sentosa yang memberhentikan 10.000 pekerja di Pasuruan, Nganjuk, dan Madiun.
Baca Juga
Selain kebangkrutan, sejumlah perusahaan melakukan efisiensi dengan memangkas jumlah tenaga kerja. PT Bitratex di Semarang mengurangi 2.000 pekerja, sementara PT Victory Ching Luh dan PT Adis di Tangerang masing-masing melakukan PHK terhadap 2.000 dan 1.500 pekerja. Bahkan, jaringan restoran cepat saji KFC turut terdampak, dengan 2.274 pegawainya harus kehilangan pekerjaan.
Tak hanya itu, beberapa perusahaan memilih merelokasi pabrik mereka ke luar negeri. PT Sanken Indonesia, misalnya, memindahkan operasionalnya ke Jepang, sementara PT Yamaha Music Piano memindahkan produksinya ke China, menyebabkan 1.100 pekerja terkena dampak.
Selain faktor pailit dan efisiensi, ada pula kasus PHK sepihak yang menimpa pekerja di PT Parsiantuli Karya Perkasa di Cirebon. Sementara itu, PT ISS di Lampung mengalami peralihan perusahaan yang turut berdampak pada tenaga kerja mereka.
Said menilai bahwa fenomena ini menjadi perhatian serius bagi dunia ketenagakerjaan di Indonesia. Para pekerja yang terdampak berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk membantu mereka mendapatkan pekerjaan baru atau memberikan dukungan sosial yang diperlukan.
“Dengan angka PHK yang mencapai hampir 60.000 orang, tantangan ketenagakerjaan di Indonesia semakin besar di tengah ketidakpastian ekonomi global,” pungkas Said Iqbal.