Adapun, dampak positif keberadaan PLB yang dapat memangkas dwelling time, menurutnya, hal itu telah terlihat hasilnya. Pasalnya, di sejumlah terminal memang memiliki indikasi kuat terjadi penurunan dwelling time dalam rentang 3—4 hari.
“Namun, terkait dengan penurunan biaya logistik mungkin tidak tercapai. Malahan terbalik menjadi naiknya biaya logistik. Jadi penurunan DT tidak berkorelasi kuat dengan semakin rasionalnya biaya logistik,” katanya.
Dengan kata lain, lanjut Saut, PLB secara fundamental belum memberikan kinerja logistik yang lebih bersaing. Namun, lebih kepada kemudahan proses logistik saja.
Atas fenomena itu, pihaknya menilai bahwa ke depan realisasi kinerja logistik dan dampak ekonomi operasi logistik di PLB perlu didorong lebih positif.
“Yang perlu dipertimbangkan untuk mencapai hal ini adalah peningkatan fasilitas dan infrastruktur logistik guna mendukung usaha biaya dan waktu logistik lebih rasional atau menurun,” ujarnya.
Selain itu, tuturnya, mendorong timbulnya kolaborasi berbagai entitas di dalam zona PLB, yakni antara pemilik barang (penjual/pembeli), operator logistik, distributor, operator angkutan laut, udara, darat, KA dan retailer nasional. Ini mungkin yang kurang ditawarkan dan dibukakan.
Terakhir, katanya, adalah koordinasi yang baik terkait dengan PLB. Dia menilai bahwa untuk saat ini tampaknya lebih kuat oleh Kementerian Keuangan dan mungkin perdagangan.
“Namun K/L lain termasuk BUMN, BUMD, pemerintah daerah hingga BUMDesa perlu dilibatkan. Jadi, PLB tidak hanya dimanfaatkan dan dikelola dengan orientasi sebagai platform kepabeanan, tetapi juga platform bisnis perdagangan,” tegasnya.