Bisnis.com, JAKARTA -- Perusahaan pelayaran yang tergabung dalam Indonesian National Shipowners' Associtaion mendesak pemerintah mengimplementasikan konsep satu badan dengan berbagai penegakan hukum atau single agent multiforce di laut.
Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners' Assosiation (INSA) Carmelita Hartoto menuturkan bahwa banyaknya otoritas yang memiliki kewenangan penegakan hukum di laut menyebabkan biaya dan waktu pelayaran lebih tinggi.
"Keberadaan single agent multiforce yang harusnya dilakukan oleh sea and coast guard sebagaimana diamanatkan dalam UU No 17/2008 tentang Pelayaran, Pasal 279 mutlak segera diimplementasikan," tuturnya kepada Bisnis.com, Senin (19/8/2019) malam.
Sampai saat ini, Carmelita menyebutkan masih terjadi tumpang tindih penegakan hukum di laut Indonesia yang dilakukan banyak instansi. Dia menghitung ada belasan instansi yang berwenang melakukan tindakan keamanan di laut dan menghentikan serta memeriksa kapal yang sedang berlayar atau berlabuh.
Tumpang tindih penegakan hukum di laut tersebut berdampak bagi operasional pelayaran nasional. Kondisi ini, katanya, tidak hanya menyebabkan biaya tinggi, tapi juga membuat ketidakpastian waktu pelayaran.
Selain ulah oknum, dia menilai hal itu terjadi juga karena tidak adanya instansi yang berwenang seperti sea and coast guard, sehingga dijadikan dalih bagi oknum aparat tadi untuk bertindak menyalahgunakan wewenangnya.
Menurutnya, kewenangan penegakan hukum untuk keselamatan dan keamanan di laut seharusnya dilakukan oleh badan tunggal, sebagaimana dilakukan di seluruh negara. Bahkan, dia menilai Vietnam lebih maju dari Indonesia dalam hal penegakan hukum di laut karena ada wadah tunggal coast guard.