Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah ekonom memperkirakan inflasi pada Agustus 2019 akan meningkat bila dibandingkan dengan Juli 2019. Kisaran Inflasi berada pada angka 0,10 persen hingga 0,21 persen untuk month-to-month (mtm) serta 3,47 persen hingga 3,59 persen year-on-year (yoy) untuk inflasi tahunan.
Kepala Ekonom Maybank Indonesia Juniman memprediksi inflasi Indonesia berada pada angka 0,21 persen month-to-month (mtm), dnegan proyeksi inflasi tahunan adalah 3,59 persen year-on-year (yoy).
“Inflasi inti adalah penopang inflasi terbesar untuk bulan Agustus. Salah satu pemicunya adalah harga emas yang tinggi. Kita perkirakan laju inflasi inti bulan ini 0,29 persen mtm dan 3,17 persen yoy,” kata Juniman saat dihubungi di Jakarta, Jumat (30/8/2019) sore.
Menurut Juniman, selama beberapa bulan terakhir, harga emas memang mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Harga emas yang pada awal Agustus lalu berada pada kisaran Rp690.000 per gram kini naik menjadi sekitar Rp750.000 per gram.
Melesatnya harga emas dalam negeri didorong oleh kenaikan harga emas global. Ketidakpastian ekonomi global akibat perang dagang membuat investor beralih pada bentuk investasi lain yang dianggap sebagai safe haven, salah satunya berupa emas.
Selain itu, ia juga mencatat kenaikan biaya pendidikan sekitar 10 persen turut mengerek inflasi. Hal ini terjadi karena tahun ajaran baru umumnya dimulai pada bulan ini.
“Beberapa bahan pangan juga alami kenaikan harga, salah satunya cabai yang naik hingga 40 persen bulan ini. Pada beberapa daerah kekurangan stok (cabai) akibat kemarau panjang,” tambahnya.
Terkait dengan kenaikan harga pangan, Juniman mengatakan pemerintah harus dapat memastikan kesediaan bahan pangan di tengah kemarau panjang. Upaya desentralisasi pusat suplai bahan makanan perlu lebih dimaksimalkan.
Strategi ini, lanjutnya, dinilai dapat menekan harga pangan karena biaya yang dikeluarkan untuk transportasi juga berkurang. Dengan begitu, bahan-bahan makanan dapat tiba di daerah lebih cepat.
KEKERINGAN
Sementara itu, Kepala Ekonom Trimegah Securities Fakhrul Fulvian memperkirakan inflasi ada di level 3,47 persen yoy dan 0,1 persen mtm.
Fakhrul menjelaskan kenaikan harga pangan turut mempengaruhi laju inflasi. Penyebabnya adalah kekeringan panjang yang berimbas pada terjadinya gagal panen di beberapa wilayah. Salah satu bahan pangan yang mengalami kenaikan harga adalah cabai.
“Harga cabai hingga kini masih relatif tinggi. Mengantisipasi kemarau panjang, kemungkinan inflasi akan bergerak naik hingga akhir tahun. Hal ini karena component inflation Indonesia saat ini sudah berada pada posisi tertinggi sejak 2013,” sambung Fakhrul.
Untuk mengontrol laju harga pangan, Fakhrul melanjutkan, pemerintah perlu mengintensifkan kehadiran operasi pasar, utamanya pada daerah yang dilanda kekeringan. Upaya ini dinilai dapat menekan harga yang akan berpengaruh terhadap inflasi di daerah tersebut.
“Koordinasi Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) juga perlu lebih ditingkatkan,” katanya.
Hal senada juga diungkapkan Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual yang mematok angka inflasi tahunan pada 3,50 persen yoy dan 0,17 persen mtm untuk inflasi bulanan.
Menurut David,angka inflasi pada bulan Agustus masih terbilang tinggi karena harga cabai yang melonjak. Hal ini juga cukup sulit diatasi karena permintaan masyarakat Indonesia terhadap cabai segar yang sangat tinggi.
Permintaan tinggi yang tidak dibarengi dengan ketersediaan barang membuat harga cabai cenderung fluktuatif. Saat ini, menurutnya, semua jenis cabai mengalami kenaikan harga yang variatif antara 30 hingga 50 persen.
“Setelah lebaran biasanya harga-harga mengalami normalisasi. Periode Agustus – September memang biasanya tekanan inflasi relative rendah,” katanya.