Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian menyatakan alokasi final untuk importasi indukan ayam pedaging kelas grand parent stock (GPS) tahun ini belum ditentukan. Namun, jumlahnya diperkirakan tidak jauh dari realisasi pada 2018.
"Alokasi impor masih dihitung. Tapi arahnya nanti kemungkinan sama dengan 2018. Tidak ada pertambahan," kata Direktur Perbibitan dan Produksi Kementan Sugiono, Selasa (3/9/2019).
Pemerintah sebelumnya memproyeksikan alokasi impor GPS sebanyak 787.000 ekor untuk 2019 atau meningkat 11,31 persen dari alokasi 2018 yang berjumlah 707.000 ekor. Volume impor pada 2018 itu pun naik sekitar 10 persen dibanding 2017.
Alokasi awal yang memperlihatkan tren pertumbuhan alokasi tersebut didasari proyeksi konsumsi daging ayam ras yang diperkirakan mencapai 3,69 juta ton dengan konsumsi per kapita per tahun di angka 13,5 kg. Jumlah penduduk pun diperkirakan mencapai 273,98 juta pada 2021 mendatang.
Adapun untuk 2019, konsumsi daging ayam ras diperkirakan mencapai angka 12,13 kg/kapita/tahun dengan jumlah penduduk secara nasional berjumlah 268,07 juta.
Desakan untuk merevisi alokasi impor GPS kembali mengemuka usai kalangan peternak mengeluhkan harga ayam pedaging siap potong (livebird) yang anjlok di bawah acuan. Peternak mandiri menilai kondisi ini disebabkan oleh tak seimbangnya produksi ayam dengan kebutuhan nasional.
"2021 sudah di depan mata. Otomatis harus ada koreksi alokasi impor GPS untuk sisa tahun ini. Tapi kan sudah terealisasi sebagian sampai Agustus kemarin. Kalau tidak dikurangi jumlah pemasukan dengan standar perhitungan GPS yang baru, bisa membebani populasi ayam di 2021," kata Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Jawa Tengah Pardjuni, baru-baru ini.
Berdasarkan data sementara Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, realisasi impor GPS sampai Agustus 2019 berjumlah sekitar 451.000 ekor. Melihat hal ini, Pardjuni mengharapkan ada pengurangan pemasukan hingga 20.000 ekor per bulan sampai Desember mendatang demi menjamin pasokan dan kebutuhan pada 2021.