Bisnis.com, JAKARTA - Permintaan perjalanan udara global akan menurun untuk pertama kalinya sejak 2009 akibat wabah virus corona, menurut Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA).
Penghentian sementara perjalanan dinas dari perusahaan dan keseluruhan permintaan untuk penerbangan, terjadi setelah isu virus corona menyebar dengan cepat. Akibatnya, operator penerbangan pun menunda layanan atau secara drastis mengurangi layanan penerbangan dari dan menuju China.
Dampak virus corona pada permintaan akan membebani maskapai penerbangan secara global lebih dari US$29 miliar yang sebagian besar beroperasi di kawasan Asia-Pasifik, menurut estimasi IATA.
Maskapai penerbangan China sendiri akan kehilangan pendapatan US$12,8 miliar karena wabah tersebut. IATA memperkirakan pertumbuhan permintaan pada tahun 2020 sebesar 4,1 persen direvisi menjadi kontraksi 0,6 persen.
Prediksi itu berdasarkan asumsi bahwa virus sebagian besar masih terkonsentrasi di China, tetapi IATA memperingatkan dampaknya bisa lebih besar jika menyebar ke pasar lain di wilayah tersebut seperti dikutip CNBC.com, Jumat (21/2/2020).
Organisasi itu memperkirakan tren penurunan permintaan membentuk kurva “V” atau sama seperti yang terjadi selama wabah SARS pada 2003 yang ditandai dengan penurunan enam bulan dan pemulihan yang sama cepatnya.
Baca Juga
“Ini adalah masa yang menantang bagi industri transportasi udara global. Menghentikan penyebaran virus adalah prioritas utama. Maskapai mengikuti panduan Organisasi Kesehatan Dunia dan otoritas kesehatan publik lainnya untuk menjaga keselamatan penumpang, dunia terhubung, dan virus menyebar, ”kata CEO IATA, Alexandre de Juniac dalam rilisnya.
Sementara itu, situs IATA, www.iata.org melaporkan dalam skenario yang sama, operator di luar Asia-Pasifik diperkirakan menanggung kerugian pendapatan sebesar US$1,5 miliar dengan asumsi hilangnya permintaan terbatas pada pasar yang terhubung dengan China.
Kondisi tersebut, menurut situs itu, akan membawa total pendapatan global yang hilang menjadi US$29,3 miliar.
Sebagai catatan, pendapatan penumpang 5 persen lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan IATA pada bulan Desember tahun lalu.